Warta

Pelajar NU Dukung KPI Umumkan 10 Tayangan Televisi Bermasalah

Jumat, 9 Mei 2008 | 11:52 WIB

Jakarta, NU Online
Bak gayung bersambut. Gebrakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengumumkan 10 tayangan stasiun televisi bermasalah tak sia-sia. Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) mendukung penuh langkah lembaga yang dipimpin Sasa Djuarsa Sendjaja itu.

”Bagus itu. Kami sangat mendukung sepenuhnya diumumkannya 10 tayangan televisi yang tidak mendidik itu. Demi menyelamatkan generasi bangsa, itu harus dilakukan,” ujar Ketua Umum PP IPNU, Idy Muzayyad, kepada NU Online, di Kantor Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (9/5).<>

Namun demikian, ia berharap langkah KPI tersebut tak berhenti sampai di situ saja. Harus ada tindakan tegas untuk mengatasinya. Jika tidak, lanjutnya, tak akan ada perubahan berarti dalam dunia pertelevisian di negeri ini.

Selain itu, imbuhnya, stasiun televisi ’nakal’ pasti tetap akan memproduksi dan menampilkan tayangan yang dapat merusak moral generasi bangsa. ”Bahkan, kalau tidak ada tindakan tegas, mereka (stasiun televisi) akan semakin menjadi-jadi atau lebih tidak karuan lagi,” pungkasnya.

Ia juga meminta kepada para pengelola stasiun televisi di Tanah Air agar sungguh-sungguh memperhatikan peringatan dari KPI itu. Menurutnya, seharusnya stasiun televisi tak hanya mengutamakan kepentingan bisnis, melainkan juga memikirkan aspek pendidikan generasi bangsa.

”Televisi jangan terlalu profit oriented (mengutamakan keuntungan ekonomis) tapi melupakan aspek pendidikan. Ini taruhannya masa depan Indonesia sebagai bangsa. Jangan dianggap enteng,” jelas Idy.

IPNU merupakan salah satu mitra kerja KPI. Pada 26 Februari 2008, keduanya sepakat menjalin kerja sama untuk mengawasi sejumlah stasiun televisi ‘nakal’ di Indonesia. Kesepakatan itu diwujudkan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman Kerja Sama (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi dengan Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja.

Dalam kesempatan itu Hasyim mengatakan, pendekatan hukum saja tak cukup untuk mengatasi maraknya tayangan televisi yang tidak mendidik. Melainkan harus pula dilakukan melalui pendekatan kebudayaan. (rif)


Terkait