Pengamat intelijen Wawan H Purwanto menilai masuknya Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali dalam jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak menjadi persoalan.
"Orang NU itu bisa di mana saja, di partai politik, pemerintahan, atau di lini yang lain. Lagi pula setelah kembali ke khittah NU tidak lagi berpolitik (praktis)," kata Wawan saat dihubungi di Jakarta, Senin (19/4).<>
Terkait adanya kekhawatiran NU bakal terkooptasi kekuasaan dengan masuknya As'ad, dosen luar biasa Institut Intelijen Negara (IIN) itu tak sependapat.
"Kita tidak bisa serta merta menilai ada kooptasi di NU.Kekhawatiran adanya kooptasi itu pandangan sepihak, tetapi sah-sah saja di alam demokrasi," kata Wawan.
Namun, ia sendiri berkeyakinan As'ad tidak membawa agenda institusinya, apalagi agenda penguasa, karena di BIN As'ad merupakan pejabat karir, bukan politis. Lagipula masa perpanjangan pensiun As'ad akan berakhir Mei 2010.
Menurutnya, dalam memilih orang untuk menjadi pengurus, NU tentu sudah melakukan pertimbangan secara matang. Bahwa ada pro-kontra adalah hal yang wajar. Terpilihnya kembali KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai ketua umum PBNU setelah menang tipis dari Abu Hasan dalam muktamar di Cipasung pada 1994 pun tak lepas dari pro-kontra.
"Secara prinsip kita hormati keputusan NU memilih siapa saja yang dianggap layak," katanya.
Sebelumnya, saat mengumumkan susunan PBNU periode 2010-2015, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj juga menampik adanya intervensi.
Masuknya As'ad sebagai wakil ketua umum, menurut Said Aqil, karena memang NU membutuhkan As'ad yang dinilai memiliki pengalaman dan hubungan yang luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Kapabilitas beliau (As'ad, Red) yang kita harapkan," kata Said Aqil. (min)