Surabaya, NU Online
Guru besar tamu "The City University" London, Inggris, Prof Ziauddin Sardar menyatakan, pendidikan Islam jangan berbicara masa lalu seperti saat ini, tapi harus berbicara tentang globalisasi dan merespon masa depan.
"Pendidikan Islam telah gagal karena tidak kritis terhadap globalisasi dan masa depan Islam sendiri," katanya saat berbicara dalam seminar "Dampak Globalisasi dan Tantangan Bagi Pendidikan Islam" di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu.
<>Pemikir Islam itu menjelaskan pendidikan tradisional Islam selama ini hanya bicara tentang keimanan, tafsir, sejarah, dan hal-hal klasik lainnya, sehingga pendidikan Islam tak menjawab persoalan global yang ada dan membuat Islam menjadi "konsumen" globalisasi.
"Di era global, Islam jangan hanya dipahami secara klasik, melainkan Islam harus dipahami sebagai etika yang dinamis, misalnya jika kita makan tomat di mal yang ternyata tomat produk Amerika, bagaimana hal itu dipahami secara etik?!," katanya.
Oleh karena itu, kata penulis 41 buku itu, pendidikan agama Islam harus membekali mahasiswa dengan konsep untuk melihat globalisasi sebagai realitas, kemudian realitas itu dianalisa sesuai konsep Islam untuk melahirkan budaya baru.
"Budaya baru yang didukung konsep analitis itu bukan sekedar respon terhadap globalisasi tapi merupakan jawaban yang menerima apa yang positif dari globalisasi tapi tetap didukung konsep Islam," katanya.
Menanggapi hal itu, guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr Syafiq A Mughni selaku pembanding menyatakan, ada tiga pola hubungan Islam dan globalisasi, yakni kelompok yang menolak globalisasi secara radikal seperti Hizbut Tahrir.
"Tapi, ada juga kelompok yang selektif terhadap globalisasi dan ada kelompok yang responsif terhadap globalisasi dengan melakukan kompromi secara perlahan-lahan," ungkapnya. Menurut dia, kelompok terakhir antara lain terlihat dengan munculnya konsep matematika Islam, ekonomi Islam, dan "Islamisasi" konsep lainnya.
Senada dengan itu, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr Ridlwan Nasir, MA ketika dikonfirmasi seusai seminar menyatakan tidak semua dosen pendidikan Islam yang bersikap tekstual, karena sudah banyak dosen pendidikan Islam yang mengajar secara kontekstual.
"Prof Ziauddin Sardar terlalu menggeneralisir, sebab sekarang sudah banyak dosen pendidikan Islam yang menguasai metodologi, bukan hanya menguasai Islam secara tekstual. Di IAIN Surabaya sudah ada 40 doktor dan tujuh guru besar yang semuanya mengajar secara kontekstual," katanya.
Prof Ziauddin Sardar mengunjungi berbagai komunitas muslim di Surabaya selama dua hari yakni 27-28 Juli yang berdiskusi dengan komunitas NU Jatim (27/7) dan IAIN Sunan Ampel Surabaya (28/7). Sebelumnya, kunjungan Sardar yang diprakarsai "British Council" mendatangi kantor pusat Pemuda Muhammadiyah di Jakarta (26 Juli) dan diakhiri di Medan (29 Juli).(mkf/an)