Ratusan dosen Institut Agama Islam negeri (IAIN) Syeikh Nurjati Cirebon mengancam bakal mogok mengajar, menyusul belum diterimanya honor mereka selama lima bulan terakhir. Belum diterimanya honor para dosen dan staf, terjadi sejak peralihan status dari STAIN Gunungjati menjadi IAIN Syekh Nurjati.
Menurut salah seorang dosen, Toto Suharto, kalangan dosen dan staf sudah berkali-kali mempertanyakan hal itu langsung ke Pgs Rektor. Namun berkali-kali mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan. Selama ini mereka sabar, dengan harapan hak-haknya segera dibayarkan. Selama empat bulan kami sabar. Dan saya kira lima bulan cukup untuk memberikan ultimatum.<>
"Hari ini kami kembali mempertanyakan kapan pihak IAIN akan membayar kewajibannya kepada kami. Rektor berdalih belum Bisa membayarkan honor dosen, karena bendaharanya mundur. Sedangkan penggantinya belum ada. Tapi alasan itu tidak masuk akal, karena bendahara baru mengundurkan diri pada bulan April kemarin. Sementara, honor kami belum dibayar sejak Januari," kata Toto Jum'at (7/5).
Semula, lanjut Toto, ancaman mogok ngajar itu datang dari dosen luar biasa. Namun kalau sampai pertengahan Mei belum juga ada kejelasan soal hak-hak yang belum juga diterima, dosen tetap juga bakal melakukan hal yang sama, kata Toto.
Dikatakan Toto, selain dari kalangan dosen, ancaman mogok kerja juga datang dari staf. Lambannya sikap Pgs (pengganti sementara) Rektor Prof. Matsna dalam menyelesaikan kisruh di internal IAIN, diduga ikut memanaskan suasana.
"Pgs Rektor seperti membiarkan saja, persoalan ini semakin berlarut-larut. Dia malah merambah ke kebijakan-kebijakan strategis yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pgs," katanya seperti dilansir Pikiran Rakyat Online.
Pgs Rektor IAIN Syekh Nurjati Prof. Matsna yang dikonfirmasi menyatakan, kedudukan Pgs tidak sama dengan Pjs. Kalau Pgs, lanjutnya, memiliki kewenangan sama dengan rektor definitif. Sehingga saya juga boleh mengambil kebijakan yang strategis seperti halnya rektor definitif.
Terkait dengan tuntutan honor yang belum dibayarakan, Matsna menyatakan, akan segera dibayarakan. Hanya saja, ia menyayangkan sikap dosen yang hanya melihat honor sebagai tolok ukur mengajarnya.
Matsa juga menilai, gejolak yang timbul dengan peralihan status tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Mungkin ada yang tadinya deket pancuran sekarang dijauhkan, tentu bereaksi. Tapi saya nilai wajar-wajar saja gejolak yang timbul dari sebuah perubahan, katanya. (ful)