Warta

Ritual Among Tebal Awali Musim Tanam Tembakau

Senin, 12 April 2010 | 10:30 WIB

Temanggung, NU Online
Para petani tembakau di daerah Lamuk, Legoksari Kecamatan Tlogomulyo, Ahad (11/4), mengadakan tradisi Among Tebal, sebagai ritual khusus yang menandakan dimulainya musim tanam tembakau tahun ini.

Seluruh warga, daerah yang terkenal sebagai penghasil tembakau srinthil tersebut melakukan kirab dengan membawa tumpeng yang dihiasi uang kertas, ingkung ayam, buah-buahan menuju lahan yang akan ditanami tembakau.<>

Seluruh warga, pria, wanita, muda, hingga lanjut usia ikut dalam prosesi peninggalan nenek moyang ini. Melalui ritual tersebut, mereka berharap tembakau yang ditanam tahun ini akan menghasilkan panen yang membawa kesejahteraan bagi mereka.

Ritual diawali dengan sesepuh desa yang membakar kemenyan dengan membaca doa. Kemenyan itu nantinya akan mengasapi bibit tembakau yang akan ditanam. Hal tersebut memiliki makna supaya bibit tembakau tumbuh subur ketika ditanam.

Setelah dilakukan pengasapan dengan menggunakan kemenyan, bibit tembakau itu diserahkan kepada pemiliknya. Sesepuh desa sebagai pemimpin ritual juga menabur beras merah diatas lahan. Maksudnya sama, yakni agar tembakau tumbuh subur. Sementara, pemilik diwajibkan melubangi lahan dan diikuti dengan menanam tembakau. Selanjutnya, mereka menikmati seluruh tumpeng beserta bermacam makanan yang telah disediakan.

Menurut Subakir, salah satu pemilik lahan, tradisi tersebut merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh petani tembakau di daerahnya. Menurut dia, pernah suatu ketika masyarakat tidak melakukan tradisi tersebut. Akibatnya kualitas tembakau menjadi jelek dan tidak laku dijual.

"Tradisi ini konon dibawa oleh Kiyai Makukuhan yang katanya orang yang pertama kali membawa tembakau ke daerah ini. Makanan seperti tumpeng, dengan lauk pepes teri dan telur dadar serta yang lainnya itu, merupakan kesenangan dari Kiyai Makukuhan," jelas Subakir.

Selain itu, menurutnya kopi yang mereka bawa untuk prosesi tersebut juga memiliki falsafah. Kopi yang semula rasanya pahit, lama-kelamaan menjadi nikmat. Sehingga kopi dimaknai sebagai perlambang, bahwa mereka sebagai petani tembakau harus merasakan pahit terlebih dahulu, hingga panen nanti baru mereka merasakan nikmatnya dengan hasil panen yang bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Jumadi, sesepuh desa dan pemangku adat atau pemangku tradisi Lamuk Legoksari mengatakan, tradisi tersebut merupakan warisan kakek moyang yang harus dilestarikan. Karena sebagian masyarakat daerah tersebut dari dulu hingga sekarang hanya mengandalkan tanaman tembakau.

Tujuannya, ritual, kata Jumadi, merupakan bentuk  syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, para nabi, para leluhur dan nenek moyang. Sehingga ritual tersebut sebagai bentuk permintaan keselamatan kepada Gusti Yang Murbo Dumadi. Dalam ritual tersebut, lanjut Jumadi, benih tembakau dibungkus dengan kain baru, atau jarit baru. Maknanya benih tersebut nantinya bisa membaharui tujuan dan kehidupan yang lebih baik dibanding sebelumnya. (ful)


Terkait