Warta

Ru'yah Dasar Utama, Hisab Sekedar Pendukung

Kamis, 19 Oktober 2006 | 15:50 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam menetapkan awal bulan komariah atau sistem penanggalan berdasarkan munculnya bulan NU menggunakan metode ru’yah sebagai dasar utama. Hisab dalam hal ini posisinya sebagai pendukung atau pembantu hasil ru’yah.

Ru’yah diselenggarakan atas dasar perintah Rasulullah SAW. Ini yang menjadi acuan dasar NU dan ini akan dilaksanakan nanti hari Ahad, 22 Oktober mendatang di seluruh Indonesia. Depag juga menyelenggarakan pada hari yang sama,” tandas Ketua Lajnah Falakiyah NU KH Ghozalie Masroeri di PBNU, Kamis.

<>

Dijelaskannya bahwa ru’yah ini merupakan penguji tingkat akurasi hisab. “Hasil ru’yah itu nanti didukung dengan hisab, maksudnya hisab akan mengarahkan bagaimana cara ru’yah diselenggarakan dan kemudian laporan dikontrol menurut hisab,” imbuhnya.

Hisab NU, Idul Fitri 24 Oktober

Meskipun memutuskan menggunakan ru’yah, NU juga melakukan hisab untuk memperkirakan posisi bulan. Dari metode terbaru yang dipergunakan NU, tinggi hilal pada tanggal 22 Oktober belum ada 10 . Ghozali menjelaskan bahwa hitungan NU ini ternyata sama dengan para hitungan para ahli astronomi dan lembaga-lembaga resmi pemerintah yang bergerak dalam bidang astronomi seperti Lapan, Planetarium Boscha, Oceanologi AL dan lainnya.

Hitungan hisab yang kurang dari 10 ini berarti belum memenuhi visibilitas bulan. Ini artinya kemungkinan untuk melihat bulan sabit pertama sulit, apalagi di seluruh wilayah nusantara belum seluruhnya hilal diatas ufuk, khususnya di Indonesia Timur. Imkanurruyah mensyaratkan minimal 20, umur bulan 8 jam, dan jarak bulan dan matahari berjarak paling tidak 30

“Karena tinggi hilal yang belum memenuhi kriteria visibilitas untuk diobservasi, maka tidak dapat terjadi hari raya tanggal 23 Oktober. Seharusnyalah jatuh pada tanggal 24 Oktober atau hari Selasa,” katanya.

Dijelaskan oleh Masroeri bahwa metode hisab sendiripun sangat banyak karena  ada lebih dari 20 model dan sampai sekarang masih terus berkembang. Dari 20-an metode hisab tersebut, perhitungan dari 16 metode menghasilkan kesimpulan pada tanggal 22 Oktober hilal masih dibawah 10.

Metode terbaru yang dipergunakan oleh Lanjah Falakiyah NU saat ini memperhatikan aspek astronomi sehingga saling mempengaruhi. “Tingkat akurasinya lebih dari 90 persen sama dengan hasil ru’yah,” tambahnya.

Perhitungan hisab bagaimanapun merupakan upaya yang tidak seluruhnya benar sehingga tidak dapat dijadikan pegangan “Karena kepastian ada di tangan Allah, secara ilmu agama NU menetapkan hisab ini sebagai pendukung ru’yah,” tegasnya.

Mengenai LFNU Jawa Timur yang menyatakan bahwa tinggi hilal sudah diatas 20  Ghozalie menjelaskan bahwa itu hisab dengan metode lama dan dalam catatan kakinya di kalender, PWNU Jatim masih menunggu hasil ru’yah dan ikhbar NU. “Ini artinya NU Jawa Timur masih mengikuti PBNU,” paparnya.

Dikatakannya bahwa kemungkinan besar NU dan pemerintah akan berlebaran pada hari yang sama karena metode yang digunakan saat ini sama. “Hasil ru’yah NU juga dilaporkan dalam sidang isbat pemerintah. Insyaallah hasilnya sama karena metodenya sama, dulu pernah beda karena acuannya beda,” tandasnya. (mkf)