Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang bakal segera diterbitkan hanyalah bentuk peringatan pada Ahmadiyah. Surat yang mengundang kontroversi itu pun bukan bertujuan untuk membubarkan atau melarang segala aktivitas Ahmadiyah di Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto di Jakarta, Selasa (13/5). Ia menjelaskan, SKB itu hanya bersifat peringatan bagi orang per orang yang tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).<>
Peringatan yang dimaksud, jelas Wisnu, agar Ahmadiyah menghentikan semua bentuk pengajarannya tentang paham yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai setelah Nabi Muhammad itu.
"Kalau mereka masih saja menyebarluaskan bahwa nabi terakhir di dalam Islam itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, maka pelakunya bisa ditindak secara hukum dengan pasal 156 A KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," tutur Wisnu.
Ia juga meluruskan pandangan sebagian kalangan yang menganggap SKB tersebut dikeluarkan untuk melarang segala bentuk aktivitas pengikut Ahmadiyah. Menurutnya, pandangan itu keliru. Jamaah Ahmadiyah, katanya, masih boleh melakukan kegiatan yang sifatnya tertutup dan pribadi.
"Kalau mau salat, ya, dipersilakan toh, ya. Mosok ndak boleh (masa tidak boleh). Cuma, ya, itu tadi, di dalam Islam, nabi terakhir adalah Nabi Muhammad. Jadi, jangan lagi disuarakan keluar atau diajarkan kepada orang lain bahwa bukan Nabi Muhammad rasul terakhir dalam sejarah Islam," terang Wisnu.
Wisnu yang juga Kepala Badan Koordinasi Paengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) menjelaskan juga bahwa wewenang untuk membubarkan sebuah aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang ada di tangan Presiden sesuai dengan UU Nomor 1 /PNPS/1965 bila ada rekomendasi dari ketiga menteri yaitu Menag, Mendagri dan Jaksa Agung.
"Jadi, ketika dulu UU dibuat ini, yang menyusun UU itu pasti sudah memikirkan secara matang agar penyelesaian masalah penodaan agama itu harus dilakukan secara komprehensif. Mendagri untuk mengkaji dari sudut sosial politik, Menag dari sudut teologi dan filsafatnya, lalu Jaksa Agung dari sudut yuridis hukum. Dan dalam UU ini juga diatur, tahapannya tidak bisa masing langsung-langsung saja kalau mau membubarkan," ungkap Wisnu.
Ia menyebutkan bahwa untuk bisa memberikan sanksi kepada Ahmadiyah secara organisasi, tidak bisa lewat SKB. Karena ada tahapan selanjutnya yang harus ditempuh. Sanksi itu pun tetap bukan dengan cara membubarkan Ahmadiyah. (ini/rif)