Balitbang Kemenag

Berbagai Kearifan Lokal Indonesia Timur dalam Membangun Moderasi Beragama

Rab, 19 Mei 2021 | 16:30 WIB

Berbagai Kearifan Lokal Indonesia Timur dalam Membangun Moderasi Beragama

Foto: BLA Makassar

Sebuah penelitian yang dilakukan Balai Litbang Agama (BLA) Makassar pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agam tahun 2020 menemukan sejumlah kearifan lokal masyarakat dalam membangun moderasi beragama. Kearifan lokal yang ditemukan dibagi menjadi tiga bagian.

 

Pertama, kearifan lokal yang mengandung nilai di antaranya Bobahasaan Mongondow dan Pesona Bibir Manado (Menggali Potensi Moderasi Beragama Melalui Penghayatan Kearifan Berbahasa). 

 

Dari Luwu Utara Sulawesi Selatan ada awata itaba awai assanggoattal yang artinya dari kitalah datangnya (setiap individu adalah sumber persatuan). Di Tongkonan Tanah Toraja Sulawesi Selatan, kearifan lokalnya disebut nilai-nilai moderasi karapasan atau musyawarah.

 

Lalu, kearifan lokal Suku Morenene Rumbia Bombana Sulawesi Tenggara, yakni kohala atau denda adat aksentuasi dalam membangun moderasi beragama. Kearifan lokal sintuwu marosol atau hidup bersama dan simbol moderasi beragama di Poso Sulawesi Tengah.

 

Ada pula moderasi neragama masyarakat Kei Provinsi Maluku dengan ritual belian nondoi/taring yang menyembuhkan yang merupakan ritual rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Kedua, kearifan lokal yang mengandung norma, di antaranya moderasi beragama dalam lokal hukum adat di Ternate. Ketiga, kearifan lokal yang bersifat praktis, di antaranya legenda sebagai pewarisan nilai fatanon, faradel, fanem (saling lihat, saling saudara, dan saling teman). Masossor manurung atau penajaman keris sakti yang berarti penajaman memori persaudaraan. 

 

Menurut para peneliti, efektivitas kearifan lokal dapat membangun iklim moderasi beragama. Kesadaran kultural masyarakat dalam membangun damai menyebabkan wilayah-wilayah konflik yang pernah terjadi telah timbul kesadaran baru bagi masyarakatnya. Kearifan lokal mempunyai nilai-nilai luhur dari leluhur mereka yang kembali menjadi alat dari pemersatu antarsesama masyarakat yang selama ini sudah berjalan efektif. Seperti wilayah Pamona Poso sebagai atrikulasi dari daerah konflik tersebut. Sedangkan untuk wilayah lain efektivitas kearifan lokal tersebut hanyalah bersifat ritualistik dan dilakukan secara dalam berulang-ulang dalam tataran ritual saja untuk meredam benturan-benturan yang ada.

 

Strategi yang digunakan oleh masyarakat untuk mengkonservasi dan mentransmisi nilai kearifan lokal, yaitu strategi yang selama ini hanyalah bersifat konfensional. Misalnya, melalui seremonial, tuturan, ritual, dan ada keterlibatan Pemda untuk memeliharanya melalui festival yang yang bersifat seremonial. 

 

Dalam penelitian ini, para peneliti menemukan kelemahan dari kelompok penganut kearifan lokal yakni tak satu pun kelompok yang melirik media sosial untuk arena pewarisan nilai-nilai ini. Peneliti menyebutkan kearifan lokal yang bersifat festival akan lebih efektif jika dilakukan oleh Pemda diekspos melalu media sosial. 

 

Dari temuan kearifan lokal dalam bentuk ritual maupun sastra yang mengandung nilai dan norma yang tumbuh subur di masyarakat. Menurut para peneliti, jiwa kearifan lokal yang telah dirajut secara indah oleh para leluhur mereka, menjadi pijakan untuk pengambilan kebijakan dan membangun damai di tengah keragaman berbangsa dan bernegara. 

 

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat setempat. Selain itu juga untuk mengetahui efektivitas kearifan lokal membangun iklim moderasi beragama masyarakat setempat, dan strategi pengembangan kearifan lokal dalam masyarakat.

 

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun tekhnik yang digunakan yaitu wawancara, obsevasi lapangan, dan dokomentasi. Data yang terkumpul dianalisis dalam bentuk deskripsi.

 

Penulis: Ridwan
Editor: Kendi Setiawan