Balitbang Kemenag

Praktik Kerja Pertanian Santri Darul Fallah Bogor

Ahad, 18 Agustus 2019 | 10:15 WIB

Praktik Kerja Pertanian Santri Darul Fallah Bogor

Para santri melakukan praktik pertanian (Foto: Dokumen Pesantren Darul Fallah Bogor)

Usai mempelajari teori pertanian dan mempraktikannya di pesantren, keahlian para santri Darul Fallah Ciampea, Bogor, Jawa Barat, kian diasah saat magang. Melalui magang, para santri diberikan pengalaman langsung mempraktikkan bekal ilmu pertanian yang diperoleh di pesantren pada berbagai unit usaha.
 
"Praktik magang ini dilakukan saat masuk masa liburan semester genap, yaitu ketika umumnya santri menikmati liburan sekolah, seluruh santri kelas XI pada Madrasah Aliyah Terpadu justru diwajibkan untuk mengikuti kegiatan praktik magang," demikian Nunu Ahmad An-Nahidl, dalam buku Top 10 Ekosantri Pionir Kemandirian Pesantren.
 
Dalam buku terbitan Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2017, Nunu mengungkapkan magang difokuskan terutama yang berhubungan dengan bidang pertanian secara luas. Praktik magang sejatinya dilaksanakan di kelas XII. Namun, karena santri kelas XII akan sibuk dengan persiapan Ujian Nasional (UN), maka kegiatan santri tersebut akhirnya dilakukan di kelas XI. Bahkan, praktik magang ini menjadi prasyarat kenaikan santri dari kelas XI ke kelas XII. Sebagus apapun nilai raport santri di kelas XI, dia tidak akan bisa naik ke kelas XII jika santri tersebut belum mengikuti praktik magang. 

Ada beberapa tahapan yang dilakukan santri saat magang hendak dilakukan. Santri kelas XI diberikan sebuah formulir isian oleh pihak pesantren. Di dalam lembar tersebut, tergambar sebuah rencana kerja praktik magang. Terutama terkait dengan jenis komoditas dimana santri diberikan kebebasan untuk memilih satu dari tiga alternatif jenis komoditas yang akan ditekuni.
 
"Sebelumnya, formulir tersebut harus dibawa pulang ke rumah untuk didiskusikan dengan orang tua masing­masing santri. Atas persetujuan orang tua pula santri menetapkan satu dari tiga pilihan yang ada. Bukti persetujuan orang tua diberikan dengan menandatangani formulir tersebut," tulis Nunu yang menulis berdasarkan penelitian langsung di Pesantren Darul Fallah Bogor.
 
Dengan adanya bukti persetujuan orang tua, pesantren memandang penting dilakukannya komunikasi antara santri dengan orang tua. Harapan orang tua terhadap perkembangan kehidupan dan masa depan si anak amat tinggi. Peran orang tua tidak saja dalam hal pembiayaan pendidikan anak. Mereka bahkan ikut merencanakan, mengarahkan dan mengawal rencana masa depan yang akan diraih anaknya.
 
Dalam kegiatan praktik magang pun, persetujuan orang tua menjadi keharusan. Apalagi seluruh biaya praktik magang ditanggung sendiri oleh santri, sejak perencanaan penyiapkan bahan penulisan paper praktik pra magang, biaya teknis saat magang selama satu bulan, hingga penulisan laporan dan presentasinya di depan tim penilai. 
 
Nunu juga menyebutkan biaya praktik magang terhitung sebagai biaya tertinggi dari seluruh komponen biaya operasional selama santri menempuh pendidikan di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Pentingnya komunikasi santri dengan orang tua saat menentukan pilihan komoditas terlihat pada contoh kasus yang pernah terjadi pada seorang santri Pesantren Pertanian Darul Fallah era 90-an. Ada orang tua yang berharap agar anaknya mengikuti praktik magang dalam bidang usaha perikanan. Alasannya karena potensi perikanan cukup menjanjikan di desa tempatnya tinggal. Diharapkan jika suatu saat nanti si anak telah menamatkan pendidikannya di pesantren, maka ia akan mengembangkan usaha perikanan itu. 
 
Tampaknya, si anak tidak konsultasi lagi dengan orang tuanya dan memilih kerja magang dalam bidang perdagangan. Anak tersebut memilih sebuah usaha pakaian di Pasar Tanah Abang. Di sana ia kerja magang selama satu bulan. Namun demikian, meski hasil magangnya cukup baik, namun tak urung latihannya di Pasar Tanah Abang itu tidak memuaskan orang tuanya. Saat kembali ke pesantren dengan form yang sudah terisi, santri diwawancara guru pembimbing untuk memastikan ketepatan pilihannya.
 
"Di sini guru pembimbing mengonfirmasi pilihan komoditas yang akan diambil santri. Santri pun memaparkan alasannya dari berbagai aspek, seperti minat santri dalam pengembangan keahliannya ke depan, urgensi komoditas yang dipilih dari sisi kebutuhan masyarakat setempat, potensi wilayah dan lingkungan dimana komoditas akan dikembangkan, serta hal­hal lain yang mendukung pilihannya," sambung Nunu. 
 
Dengan demikian, indikator pemilihan obyek atau komoditas dalam praktek magang santri didasarkan kepada beberapa kriteria, antara lain; komoditas usaha yang akan dipilih memang diminati oleh santri dan sudah dikonsultasikan dengan orang tua masing­masing. Komoditas tersebut sangat potensial untuk dikembangkan di suatu wilayah tertentu, atau tepatnya kampung halamannya. Pada saat santri tersebut telah menyelesaikan pendidikannya di Darul Fallah, ia dapat mempraktekkan pengalaman dan keahlian yang ia peroleh saat praktik magang itu untuk dikembangkan secara sungguh-­sungguh. Pengalaman dan keahlian itu diharapkan menjadi bekal dasar bagi santri untuk mengembangkan keilmuannya selama belajar di pesantren.
 
Menurut Nunu, hal ini sejalan dengan misi Darul Fallah di mana lulusannya diharapkan kembali ke tempat di mana santri dilahirkan. Mengabdi di sana dan membangun kampung halamannya. Dalam wawancara, guru pembimbing memberikan saran dan masukan kepada santri. Tujuannya, rencana praktik magang dapat berjalan dengan baik dan hasilnya maksimal. Selanjutnya, berbagai pikiran dan pandangan yang berkembang saat wawancaradituangkan oleh santri ke dalam paper usulan praktik lapangan atau paper pramagang.
 
Ada tradisi yang khas dari paper pramagang ini. Awalnya paper disiapkan oleh santri dengan tulisan tangan langsung di atas kertas folio. Maksud penulisan paper dengan tulisan tangan ini adalah untuk menjaga orisinalitas pikiran dan karya santri. "Sejak awal, santri sudah dibekali kebiasaan untuk mengembangkan sendiri ide dan pikirannya, bukan mengcopy­paste dari orang lain," demikian Adih Supratman, Waka Bidang Humas menjelaskan alasannya.
 
Setelah paper tersebut memperoleh persetujuan dari guru pembimbing, segera santri menyalin ulang dan mengetiknya dengan rapi dilengkapi dengan hardcover. Selanjutnya, santri mengajukan paper tersebut secara resmi kepada pihak pesantren. Lembar persetujuan rencana praktek magang ditandatangani oleh panitia magang, guru pembimbing ,dan Kepala Madrasah Aliyah Terpadu Darul Fallah.
 
Penulisan paper pra magang memuat sejumlah poin penting layaknya sebuah proposal kegiatan ilmiah. Pada bab pendahuluan memuat latar belakang, tujuan dan kegunaan, metode, tempat atau lokasi magang, serta waktu pelaksanaan. 
 
Pada bab dua, santri mengulas secara konseptual tentang jenis komoditas yang akan dipilih. "Misalnya, Dewi Yosa Anggraini, seorang santri putri Tahun Pelajaran 2013­-2014 menyiapkan paper pramagang tentang budidaya jamur tiram. Rencananya dia akan melakukan praktik magang pada sebuah unit usaha agrobisnis budidaya jamur tiram yang dikelola oleh Ibu Yuli di Kampung Palagan, Desa Bojong Kokosan, Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi," tulis Nunu. 
 
Berikutnya, Dewi menjelaskan secara konseptual tentang komoditas budidaya jamur tiram. Pembahasannya dimulai dari pemilihan lahan, pembuatan bibit, pembuatan media produksi, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan baglog, masa panen dan pasca panen, pengelolaan hasil, dan diakhiri dengan bahasan pemasaran. Informasi tentang hal tersebut diperoleh baik dari pembelajaran kurikuler dan ekstra­ kurikuler di dalam dan luar kelas, maupun dengan merujuk kepada sejumlah buku referensi di perpustakaan pesantren. 
 
Artinya, sebelum santri melakukan praktik magang di lapangan, sesungguhnya dia telah memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang jenis komoditas yang dipilihnya. Saat santri tersebut telah berada di lapangan, dia tidak lagi merasa asing dengan apa yang dihadapinya. Dia justru dapat membandingkan dan sekaligus mencocokkan antara pengetahuan akademik yang diperolehnya di pesantren dengan pengalaman riil di lapangan. Tentu akan banyak informasi terbaru yang diperolehnya dari lapangan, dan akan bertambah pula pengetahuan santri tentang komoditas tersebut.  
 
Selanjutnya, Dewi memuat sebuah skema atau rancangan tahapan kegiatan praktIk magang pada unit usaha agrobisnis budidaya jamur tiram. Bahasannya dimulai dari gambaran umum usaha, sejarah pembentukan usaha, SDM karyawan, teknologi yang diterapkan, serta profil pemilik atau pengelola usaha tersebut. Di sini dia mendeskripsikan gambaran umum kehidupan pengelola, kiat­kiatnya dalam memajukan usaha, kontak dan jaringannya dengan pihak mana saja, dan peran serta pengelola dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. 
 
Pada bab keempat, Dewi menganalisis gambaran usaha selama satu tahun pada usaha agrobisnis budidaya jamur tiram. Mulai biaya usaha, pendapatannya berapa serta laba ruginya. Pada bagian terakhir, papernya diakhiri dengan bab penutup serta daftar pustaka.  Adapun lokasi praktik magang dipersiapkan oleh tim khusus yang dibentuk oleh pesantren.
 
Sebelumnya, tim melakukan survei lapangan untuk memastikan di mana saja lokasi yang potensial dan sesuai dengan komoditas usaha yang akan menjadi pilihan santri. Lokasi ini tidak hanya meliputi wilayah Bogor dan Cianjur bahkan sampai ke Bekasi, Jakarta, Bandung, dan Banten. Selama ini pihak pesantren memang telah menjalin kerja sama dengan berbagai unit atau bahan usaha di berbagai bidang dimana para santri telah melaksanakan praktIk magang di tempat usaha mereka. 
 
Selanjutnya, pihak pesantren melakukan sosialisasi kepada seluruh santri Kelas XI yang akan mengikuti magang. Kriteria lokasi magang yang dipilih oleh pesantren ternyata tidak sederhana. Pertama, praktik magang santri tidak boleh dilakukan pada bidang atau unit usaha yang dikelola pesantren. Kedua, pesantren hanya memilih dan mengambil kelompokkelompok usana yang diidentifikasi sebagai usaha rintisan, dimana dia merintis usaha tersebut dari awal hingga mampu berkembang. Jadi, bukan berbentuk badan usaha yang sejak awal pendiriannya sudah cukup survive karena infrastrukturnya telah ditata sedemikian rupa, seperti PT. 
 
Hal itu, tulis Nunu mengutip Maman, Kepala Madrasah Aliyah Terpadu Darul Fallah, dalam kegiatan praktik magang, pesantren berpandangan bahwa para santri sejatinya tidak hanya dididik untuk belajar tentang tata cara atau teknis mengembangkan sebuah usaha. Hal lain yang yang tidak kalah pentingnya adalah santri perlu mempelajari, memahami bahkan ikut merasakan bagaimana seluk beluk, jerih payah, bahkan mungkin suka duka dan jatuh bangunnya seseorang yang merintis sebuah usaha dari awal. 
 
Di sana pasti ditemukan adanya kendala dan rintangan yang perlu dihadapi,” tambahnya. Dari berbagai realitas yang ada dan ditemukan di lapangan itu, maka secara langsung maupun tidak, santri sesungguhnya sedang dididik dan dibekali pemahaman yang kuat. Dalam mengembangkan sebuah usaha, dibutuhkan adanya kegigihan, keuletan, kesabaran, serta semangat yang terus terjaga. Semua itu, mutlak diperlukan seiring upaya­upaya atas usaha itu sendiri. Selama praktik magang, santri harus mengikuti seluruh proses dan kegiatan usaha yang dilakukan induk semang atau pengelola usaha tersebut. 
 
Pada halaman 71 buku tersebut, Nunu menuliskan penuturan Maman, alumnus Darul Fallah era 1980-­an. "Santri benar-benar terlibat dalam setiap pekerjaan selama satu bulan. Ibaratnya, selama satu bulan penuh santri ngintil (mengikuti) kepada induk semang, karena memang santri tinggal di rumahnya dan bergaul dengan seluruh keluarganya."
 
Kemudian, jika pada siang harinya santri bekerja, maka pada malam harinya santri diperbolehkan untuk berdiskusi dengan induk semang tentang hal­hal teknis pekerjaan. Dengan adanya santri magang, maka induk semang pun merasa senang hati . Selama dan memperoleh keuntungan karena mendapatkan bantuan gratis dari santri.
 
Selain itu, induk semang akan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat dari pesantren setelah santri menyelesaikan praktik magang. Seluruh aktivitas santri selama mengikuti pekerjaan pada induk semang, seperti perilaku, kerajinan, semangat, motivasi dan lainnya akan menjadi bahan pertimbangan bagi induk semang untuk melakukan penilaian. Pihak pesantren memang menyiapkan secara khusus sebuah form penilaian yang akan diisi oleh induk semang dan dia diberikan kewenangan untuk menilai seluruh kinerja santri selama bekerja kepadanya. Form penilaian tersebut akan menjadi bahan pertimbangan tim penilai saat menguji laporan magang siswa. 
 
Setelah satu bulan penuh menjalani magang, selanjutnya santri kembali ke pesantren dan diwajibkan untuk menyusun laporan hasil magang. Laporan ini menggambarkan secara utuh seluruh hal ihwal yang berhubungan dengan selukbeluk usaha pada induk semang.
 
 
Kegiatan praktik magang yang dikupas dalam buku tersebut adalah Falah Rizaldy dan Abdul Aziz Ibrahim telah menyelesaikan praktik magang selama satu bulan, yaitu pada 29 Juli sampai dengan 29 Agustus 2015. Keduanya mengambil komoditas usaha agrobisnis pengolahan tanaman obat pada CV Toga Nusantara sebagai tempat praktek magang. Usaha ini dikelola oleh Aceng Sofyan, seorang usahawan tamatan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah. Lokasi usaha bertempat di Kampung Raden, Jatiranggon, Jatisampurna, Bekasi Selatan. 
 
"Kedua santri Pesantren Pertanian Darul Fallah ini menyusun laporan hasil praktik magang. Laporannya diajukan kepada pihak pesantren untuk memperoleh pengesahan pada tanggal 29 Februari 2016. Sebagaimana biasa, pada bab pendahuluan di dalam laporan tersebut dijelaskan latar belakang kegiatan, tujuan dan kegunaannya, metode, tempat dan waktu magang. Pada bab kedua, dijelaskan usaha tanaman obat di bawah bendera CV Toga Nusantara, mulai gambaran umum usaha, tahapan kegiatan usaha, teknologi yang diterapkan, penyimpanan, dan pemasaran," tulis Nunu.
 
Kemudian, pada bab ketiga, memuat analisis usaha selama periode satu bulan, dari pengeluaran, pemasukan, hingga laba dan kerugian usaha. Pada bab berikutnya, dijelaskan secara rinci tentang profil Aceng Sofyan, pengelola usaha agrobisnis pengolahan tanaman obat CV Toga Nusantara. Disini dibahas tentang kehidupan keluarganya, pengalaman pendidikan, pengalaman pekerjaan, jaringan serta kiat­kiat dalam menjalankan usahanya. Tak ketinggalan, kehidupan sosial sang pengelola memperoleh bahasan khusus.
 
Pada bagian akhir laporan, terdapat kesimpulan dan saran. Sementara sebagai lampirannya, terdapat agenda kegiatan santri selama berada di tempat magang serta dokumentasi foto kegiatan santri.
 
Editor: Kendi Setiawan