Jakarta, NU Online
Kementerian Agama merilis hasil survei 2018 tentang kepuasan masyarakat terhadap layanan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Dari survei tersebut ditemukan bahwa skor Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Nasional sebesar 80,33. Selanjutnya dengan simpangan baku 16,14, maka IKM KUA 2018 signifikan di angka 81,5 dengan tipologi paling tinggi adalah KUA Tipe B (86,3) dan terendah KUA Tipe A (66,5).
Survei yang dilakukan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini menggunakan sembilan dimensi dalam mengukur layanan pencatatan pernikahan di KUA berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 14 Tahun 2017 Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat yang meliputi persyaratan, prosedur, waktu, biaya, spesifikasi produk, kompetensi petugas, perilaku petugas, pananganan pengaduan, dan sarana prasarana.
Dari hasil analisis, ternyata dimensi paling prinsip adalah perilaku petugas (84,5). Sedangkan dimensi layanan tertinggi adalah perilaku petugas dengan nilai 84.5, kemudian diikuti dengan kompetensi petugas yaitu nilai 84. Adapun dimensi layanan terendah adalah mengenai penanganan aduan dengan nilai 73.5. Kemudian di atasnya adalah sarana prasarana dengan nilai 78.
Dalam survei ini, sampel dipilih secara acak berdasarkan prosedur Stratified Random sampling dengan unit analisisnya adalah KUA. Penarikan sampel diawali dengan pengelompokkan KUA berdasarkan tipologinya yaitu tipe A, B, C, D1, dan D2. Tahap selanjutnya adalah memilih sampel KUA, dari jumlah sampel 79.56, yang kemudian dibulatkan menjadi 80 KUA. Selanjutnya memilih sepuluh masyarakat pengguna layanan pencatatatan nikah dari Januari hingga Maret 2018 menggunakan data pasangan nikah milik 80 KUA terpilih, sehingga total ukuran sampel responden secara nasional menjadi 800 orang.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Kementerian Agama setidaknya merekomendasi lima hal. Pertama, KUA tipologi A diketahui memiliki IKM terendah. Hal tersebut diduga karena tingginya angka pencatatan perkawinan di KUA tipe A, sehingga penghulu tidak memiliki waktu yang cukup untuk layanan. Untuk itu, kajian ini merekomendasikan perlu adanya batasan (kuota) maksimal pencatatan perkawinan bagi masing-masing penghulu untuk setiap harinya.
Kedua, perlu perbaikan terhadap layanan yang dinilai penting oleh masyarakat, namun tidak puas terhadap layanan yaitu informasi mengenai persyaratan layanan pernikahan telah diumumkan secara terbuka. Gedung KUA tampak bersih, ruangan akad nikah di KUA tampak rapi dan teratur. Peralatan elektronik yang tersedia mengikuti kemajuan IPTEK. Dan, Gedung KUA aman dari pencurian, dan kriminalitas lainnya.
Ketiga, perlu perbaikan layanan dari dimensi penanganan aduan dan sarana prasarana yang memiliki gap (harapan dan kenyataan) tertinggi, yaitu luas area parkir, kotak saran atau bentuk lainnya, kebersihan toilet, kenyamanan ruang tunggu, kurangnya respon atas keluhan masyarakat, dan bentuk respons yang tidak sesuai harapan masyarakat.
Keempat, perlunya peningkatan sosialisasi PMA Nomor 46 Tahun 2014 tentang PNBP atas Biaya Nikah atau Rujuk di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan kepada masyarakat luas, sehingga masyarakat dapat memahami besaran biaya pencatatan nikah, sesuai ketentuan yang ada di dalam PMA tersebut. Kelima, perlu peningkatan anggaran bagi sarana dan prasarana KUA agar layanan KUA Kecamatan dapat lebih maksimal, antara lain dalam hal kotak saran atau saran lain, sarana ruang tunggu yang nyaman, dan peralatan elektronik untuk menunjang tugas layanan KUA Kecamatan. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)