Daerah

1.400 Santri TPQ Qiraati Ikuti Imtas di Masjid Gus Dur Ciganjur

Ahad, 12 November 2023 | 14:00 WIB

1.400 Santri TPQ Qiraati Ikuti Imtas di Masjid Gus Dur Ciganjur

Sejumlah peserta Imtas hari ketiga sedang menanti pengumuman dari para penguji di Masjid Gus Dur Ciganjur, Ahad (12/11/2023). (NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Sebanyak 1.400-an santri Taman Pendidian Al-Qur'an (TPQ) metode Qiraati yang datang dari berbagai Yayasan/Lembaga di DKI Jakarta mengikuti Imtihan Akhir Santri (Imtas) di Masjid Al-Munawaroh Jl Warung Sila No 10 Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.


"Total segitu banyak dibagi dalam 7 korcam. Nah, untuk di Masjid Gus Dur sekitar 300-an dibagi dalam tiga hari Kamis, Sabtu, dan Ahad,” kata Ustadz Abdussalam, Koordinator Wilayah TPQ DKI kepada NU Online, Ahad (12/11/2023).

 

Tujuh korcam itu, kata dia, yakni Bogor 2 di TPQ Ar-Rohmah (136 santri); Karawang di SDIT Al-Istiqomah (137 santri); Jaksel dan Jakut di Masjid Gus Dur (385 santri); Bogor 1 di Masjid Bahrul Ulum (312 santri).

 

“Depok dan Tangerang di SDI Kamila Insan Cita (126 santri); Bekasi dan Jakpus (149 santri); dan Pondok Gede (43 santri). Dua yang terakhir itu di TPQ Al-Israa,” paparnya.


Salam, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa TPQ di Jakarta menggelar Imtas sejak 2007 hingga sekarang. Adapun tempatnya pindah-pindah. Untuk di Jakarta Selatan dipusatkan di TPQ Masjid Gus Dur Ciganjur dan TPQ Ayyub Al-Wasal Cipedak.

 

Ia mengatakan bahwa Imtas dilaksanakan tiap setahun 2 kali, November dan Februari. Akan tetapi, pada tahun 2023 digelar tiga kali lantaran peserta ujian hampir mencapai angka 2000 orang.

 

“Periode Februari saja itu hampir 2000 peserta. Makanya kita pecah jadi tiga periode, yakni Februari, Juli, dan November. Karena penguji dalam sebulan ful harus menguji selama sepekan. Libur hanya Jumat,” ujarnya.

 

Dipilihnya TPQ Masjid Gus Dur sebagai lokasi Imtas menurut Salam karena masjidnya besar, memiliki lahan parkir yang luas, dan nyaman.


“Nyaman juga. Jadi, lebih kepada faktor kenyamanan. Di Jaksel pilihannya hanya dua, Masjid Gus Dur dan Al-Wasal,” tutur penguji kategori penilaian fashahah (kefasihan) ini.

 

Pada momen Imtas, lanjut dia, para santri TPQ harus menghadapi tujuh meja penguji dengan kategori penilaian yang sangat ketat. Yakni Fashahah, Tartil, Gharib, Tajwid, Surat Pendek, Doa Harian, dan Praktik Shalat.

 

Berdasar kemampuan
Saat ditanya tentang masa dan pola pengkaderan santri hingga bisa mengikuti Imtas, pria asal Lamongan, Jawa Timur, ini menuturkan bahwa anak-anak memiliki ketidaksamaan kemampuan. Ada yang cepat, ada pula yang lambat.


“Ada yang kurang dari dua tahun. Rerata dua tahun. Ada pula yang tiga tahun. Jadi, tergantung kemampuan. Qiroati itu berdasarkan kemampuan, bukan kelas. Kalau dia cepat, maka bisa lebih duluan selesai,” ungkapnya.

 

Magister jebolan Institut PTIQ Jakarta ini mengatakan bahwa sepanjang pengalamannya sebagai penguji Imtas, ada yang lima tahun baru ikut Imtas. Bahkan, ada pula yang enam tahun. “Nah, yang tercepat itu 1,5 tahun. Itu karena berkahnya Kiai Dahlan (penyusun Qiroati),” tuturnya.

 

Meski demikian, Salam menegaskan bahwa kemampuan santri Qiroati sama kendati usianya berbeda. Hal inilah yang tidak ditemukan di lembaga lain. “Artinya bahwa meski si A kelas 6 SD/MI, kemampuannya sama dengan yang kelas 1 atau 2 SD/MI. Jadi bisa klasikal,” tandasnya.


Ia menambahkan bahwa di TPQ tidak mengenal sistem semesteran. Sebab, kecepatan tiap-tiap santri dalam memahami dan menirukan pelajaran membaca Al-Qur'an berbeda-beda. Mereka yang cepat, maka dialah yang naik jilid.

 

Kepala TPQ Al-Munawaroh Ciganjur Muhammad Hafid Ali yang mengawasi dari teras mengatakan bahwa dari pihaknya terdapat 16 santri. “Imtas ini sejak Kamis. Tapi santri kami baru dapat jadwal hari ini,” singkatnya.