Daerah

Agar Bertenaga, Perlu Riset untuk Menulis Fiksi dan Puisi

Rab, 16 September 2015 | 22:25 WIB

Bantul, NU Online
Sebuah karya sastra tidak berangkat dari kekosongan sosial. Ia ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan mengangkat budaya yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, seorang penyair, cerpenis, maupun novelis, memerlukan data untuk menulis sebuah karya kreatif. Untuk mendapatkan data, seorang pengarang atau penyair mau tidak mau melakukan riset.
<>
Hal tersebut disampaikan Siska Yuniati dalam Workshop Penulisan Kreatif yang digelar Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia MTs Kabupaten Bantul, Selasa (15/9). Siska yang tahun 2010 mendapat penghargaan dari Indonesian ICT Partnership Association dan Badan Bahasa Kemdiknas RI atas tulisan-tulisan kebahasaan dan kesastraannya itu mengungkapkan bahwa tanpa kekuatan data, sebuah karya fiksi akan hampa, tak “bertenaga”, dan bahkan tak berjiwa.

Siska mencontohkan, novelis fenomenal Dan Brown harus melintas batas negara, masuk ke jantung Vatikan, bahkan harus mempelajari sekte-sekte tertentu agar memiliki sebuah pemahaman untuk mendeskripsikan berbagai hal dalam novelnya. Oleh karena itu, terlepas dari kontroversi yang ditimbulkannya, novel Angels and Demons, The Da Vinci Code, The Lost Symbol, Inferno,  dan karya lain mendapat sambutan luas. Di dalam negeri sendiri, Siska mencontohkan perempuan sastrawan Abidah El Khalieqy yang sampai ke Poso demi menulis Akulah Istri Teroris.

Lebih lanjut, Siska menampilkan karyanya sendiri yang ditulis dengan riset. “Bercengkerama Senja di Stasiun Bantul” adalah cerpen dengan setting Stasiun Kereta Api Bantul. Untuk membuat karya tersebut, dirinya mengaku melakukan kunjungan dan wawancara khusus. Tidak sia-sia, usaha itu pun memenangkan sebuah kompetisi menulis cerpen berskala nasional tahun 2009.

Workshop yang berlangsung di Kompleks MTs Negeri Giriloyo itu merupakan pertemuan kedua dari rangkaian workshop yang diselenggarakan oleh MGMP Bahasa Indonesia MTs Bantul. Pada acara yang berlangsung pukul 08.00 s.d. 15.00 itu juga dilakukan diskusi ide dan praktik penulisan cerpen oleh peserta. Pada pertemuan sebelumnya, panitia menghadirkan sastrawan muda Indonesia, Evi Idawati dan Hasta Indriyana. Kedua sastrawan ini akan kembali dihadirkan dalam pertemuan terakhir pada penghujung September.

Ketua MGMP Bahasa Indonesia MTs Kabupaten Bantul, Rusmantara, mengungkapkan bahwa tujuan final dari penyelenggaraan ini, dihasilkannya antologi cerpen dan puisi. Masih menurut Rusmantara, panitia juga akan melibatkan Kakankemenag Bantul, Drs. H. Abdul Majid, M.A. Sosok yang sempat aktif di bengkel teater milik Rendra itu diminta ikut menyumbangkan karyanya untuk antologi yang akan dibuat.

Dihubungi secara khusus, salah seorang peserta workshop, Rina Harwati, merasa antusias dengan kegiatan itu. Dia berharap antologi yang digadang benar-benar terwujud. “Jika antologi itu berhasil diterbitkan, itu akan memperkaya referensi kami dalam mengajar,” ujarnya.

Selain dihadiri guru-guru anggota MGMP Bahasa Indonesia MTs Bantul, workshop juga dihadiri beberapa peserta yang berasal dari lingkungan Dikdas Bantul. "Mereka merasa tertarik dengan ide workshop dan agenda penerbitan antologi," tutup Rina. (Red: Mahbib)