Daerah

Akhirnya Santri Nurulhuda Tak Lagi Ghasab Sandal Jepit

Sen, 28 Mei 2018 | 19:00 WIB

Garut, NU Online 
Kehilangan sandal jepit kerap terjadi di pesantren. Santri yang kehilangan ini kemudian memakai sandal jepit yang ada. Kemudian yang merasa kehilangan itu pun menggunakan sandal jepit lain. Sebetulnya bukan hilang, tapi digunakan santri lain. Sehingga mereka menggunakan sesuatu yang bukan miliknya secara berantai. 

Biasanya, perilaku seperti itu karena mereka merasa menggunakan sesuatu milik temannya sendiri. Sesama teman yang sudah tahu sama tahu dan akan dimaafkan. Seorang santri melakukannya karena diperlakukan sama oleh temannya sendiri.

Namun, apa pun alasannya, perilaku sepertu jatuh pada ghasab, menggunakan sesuatu yang bukan haknya. Sessuatu yang harus dihindari sesuai anjuran fiqih yang digeluti para santri. 

Para ustadz di Pondok Pesantren Nurulhuda Cibojong, Cisurupan, Garut, memikirkan hal itu sejak lama. Pasalnya, perilaku ghasab sandal jepit merupakan kebiasaan buruk yang harus dihentikan. Tidak boleh lagi generasi ghasab mewariskan ghasab ke generasi selanjutnya.  

“Kita membuat gerakan santri bebas (bersih, red.) ghasab,” kata Ajengan Cecep Jayakrama, salah seorang pengasuh di pesantren milik Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat KH Nuh Addawami.  

Setelah rapat dengan seluruh pengurus pesantren, lanjut Cecep, diputuskan untuk membelikan sandal jepit sebanyak jumlah santri. Hal itu baru berjalan selama 6 bulan. 

“Kita beli ratusan pasang sandal jepit,” kata salah seorang putra Ajengan Nuh yang pernah nyantri di Darul Hikam Cibeureum, Sukabumi ini. 

Pihak pengurus membedakan warna sandal untuk tingkatan kelas santri. Santri pemula berwarna hijau, kelas menengah biru, kelas selanjutnya merah.

“Alhamdulillah selama satu semester aman dan bebas ghasab, tak ada lagi cerita santri kehilangan sandal jepit,” katanya. (Abdullah Alawi)