Daerah

Bagaimana Hukum Orang Awam Berbusana Seperti Ulama?

Ahad, 7 April 2019 | 03:30 WIB

Pesawaran, NU Online
Di era saat ini, sudah mulai banyak orang yang secara keilmuan agamanya sangat dangkal, namun karena semangat beragamanya tinggi, mewujudkan dan menonjolkan kesemangatan tersebut melalui tampilan fisik dan busana mereka.

Orang awam tersebut berbusana dengan pakaian khas yang sering dipakai oleh para ulama (ahli ilmu). Lalu apakah hal ini diperkenankan?.

Sekretaris Lembaga Bahtsul Masa'il (LBM) NU Provinsi Lampung Agus Mahfudz menjelaskan, bagi orang yang benar-benar alim, disunahkan berpakaian (berdandan) dengan gaya pakaian (dandanan) yang khas bagi para ulama (Ahli ilmu). Hal ini agar orang awam bisa mengetahui atau mengenalinya sebagai orang yang berilmu.

"Akan tetapi bisa menjadi haram apabila yang berdandan seperti ulama tersebut adalah orang yang tidak memiliki kapabilitas sebagai ulama (ahli ilmu), karena dikhawatirkan orang lain akan menganggapnya sebagai orang alim, lalu mereka dimintai fatwa kemudian memberikan fatwa tanpa dasar ilmu yang memadai sehingga orang-orang akan tertipu karenanya," ungkapnya kepada NU Online, Sabtu (6/4).

Begitu juga haram hukumnya bagi orang yang tidak shaleh berpakaian seperti pakaian khas orang-orang yang shaleh dengan niat agar orang lain tertipu.

"Hal ini sama haramnya mengenakan sorban (imamah) berwarna hijau bagi selain syarif, karena (imamah warna hijau) itu sudah menjadi kehasan dari anak-anak keturunan Sayyidah Fatimah Az-Zahra," tambahnya.

Berbeda hukumnya jika ada orang alim (ulama) memakai pakaian biasa-biasa. Disebutkan dalam kitab Addinul Kholis 6/256 bahwa al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi pernah ditanya tentang seorang pelajar yang berdandan dengan dandanan ahlul ilmi padahal ia berasal dari daerah perkampungan.

Kemudian ketika ia kembali ke negaranya dan berkumpul dengan keluarganya, ia tidak lagi berdandan dengan dandanan ahlul ilmi malah memakai dandanan adatnya. Apakah demikian ini merupakan pelanggaran?

Menurut Al-hafidz Jalaluddin As-Suyuthi, pada sisi statusnya, yaitu, ketika pelajar tersebut mempunyai dua status yang berbeda maka bukan merupakan pelanggaran apabila ia berdandan dengan dandanan manapun yang ia pilih.

"Karena bila dia berdandan dengan dandanan ahlul ilmi, ia memang termasuk dari golongan mereka, ketika ia berdandan dengan dandanan tradisi negaranya dan keluarganya maka tidak mengapa. Karena i’tibaron bil-ashli dan karena ia telah berada di tengah-tengah keluarga dan kaumnya," jelas salah satu Pengasuh Pesantren Al Hidayat Gerning, Pesawaran ini.

Oleh karenanya ia mengajak masyarakat untuk tidak tertipu dengan melihat seseorang dari tampilan fisik dan busana semata. Apalagi terkait agama, ia mengingatkan untuk belajar agama dengan benar-benar selektif memilih guru. (Muhammad Faizin)