Daerah

Berkhidmah, Cara Ulama Terdahulu Mengabdi kepada Guru

Jum, 24 November 2017 | 11:15 WIB

Pati, NU Online
Batas usia dinamis dan kreatif seseorang adalah pada usia 40 tahun. Hendaknya sebelum usia itu orang mempergunakannya untuk berkhidmah (mengabdi).  Nabi pun begitu dulu.

Demikianlah yang disampaikan KH Abdul Qoyyum Mansur, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Lasem Rembang saat mengisi kajian dalam rangka memperingati Haul KH Mahfudz Salam dan KH MA Sahal Mahfufz. Acara tersebutdiselenggarakan oleh Perguruan Islam Matholi'ul Falah di komplek Madrasah Matholi'ul Falah Kajen Margoyoso Pati, Kamis (23/11).
 
"Nabi dulu berkhidmah kepada Siti Khodijah dengan menjadi rekan bisnisnya, sebelum akhirnya diangkat menjadi rosul usia  40 tahun. Karena sebelum usia tersebut tahun adalah masa yang penuh nikmat," kata Kiai Qoyyum.

Ia mengutip Al-Qur'an surat Al-Naml ayat 19, jikalau hendaknya sesorang dalam hidupnya harus berkhidmah Robbi auzi'nii an asykuro ni'matakalattii an'amta 'alayya wa 'alaa waalidayya wa an a'mala soolihan tardhoohu wa adkhilnii birohmatika fii 'ibadikash soolihiin.

Ayat tersebut mengandung arti, "Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan untuk (selalu) mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai, serta masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."
 
Kiai dan intelektual muda ini juga menjelaskan bahwa ulama-ulama terdahulu juga melakukan khidmah.

"Mbah Mahfudz, Mbah Sahal dan Mbah Dullah Salam dulu juga melakukan khidmah saat masih nyantri dan sesudahnya. Beliau-bekiau berkhidmah terhadap guru-guru dan masyarakat," paparnya.
 
Menurut kiai asal Lasem tersebut, berkhidmah juga sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi. Dulu Ibnu Mas'ud melakukan khidmah terhadap Nabi Muhammad SAw. Nabi menghampiri Ibnu Mas'ud yang kala itu pekerjaannya menggembala kambing.

Nabi meminta susu perah kambing, namun Ibnu Mas'ud mengatakan bila kambing itu milik orang lain. Nabi pun meminta Ibnu Ma'ud untuk menyerahkan kambing yang belum kawin untuk diusap. Hingga akhirnya, karena mukjizat Nabi, kambing tersebut keluar susunya.

"Susu yang keluar dari mukjizat hukumnya legal. Berbeda lagi kalau itu adalah sebuah keajaiban. Maka hukumnya tidak legal," papar Gus Qoyyum

Berdasarkan kisah Ibnu Abbas ketika itu masih kecil juga berkhidmah terhadap Nabi dengan mengambilkan air ketika qodil hajat. Setelah itu nabi mendoakan Ibnu Abbas: Ya Allah, Faqqihhu fiddin, ya Allah pandaikanlah dia (Ibnu Abbas) dalam urusan agama.

Kisah ini merupakan teori dasar seorang murid berkhidmah terhadap gurunya.

"Beda dengan orang zaman sekarang, minta doa tanpa berkhidmah dulu. Yang ada minta doa langsung minta selfi," jelas putra Kiai Mansur ini sambil terkekeh.
 
Berkhidmah ada tiga macam caranya. Pertama berkhidmah bin nafs (dengan fisik atau tenaga). Ini banyak dilakukan santri di pondok pesantren. Biasanya santri ikut di ndalem (kediaman) kiai untuk membantu-bantu pekerjaan rumah tangga kiai.

Berkhidmah kedua kedua bil mal (dengan harta). Dulu banyak sekali kiai-kiai yang memondokkan orang yang bukan siapa-siapanya (tidak ada hubungan saudara). Ini seperti yang dilakukan Mbah Kiai Kholil dulu (menantu Mbah Dullah Salam Kajen).

"Yang terakhir yakni biddu'a (dengan doa). Hendaknya ketika akan melakukan khidmah macam terakhir ini, melakukan khidmah jenis yang pertama atau yang kedua terlebih dahulu," sarannya.
 
Selain itu ada pula yang berkhidmat dengan tabarukan (mencari berkah).

"Tabarukan dengan tempat majelis para ulama. Kholid bin Walid dulu tabarukan dengan menyimpan rambut nabi," pungkas Gus Qoyyum. (Ahmad Solkan/Kendi Setiawan)