Banyuwangi, NU Online
Tindak kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya mendapat kecaman dari berbagai pihak. Di antaranya Pengurus Cabang (PC) IPNU dan IPPNU Banyuwangi. Banom NU tersebut juga melakukan doa bersama di gedung PCNU banyuwangi, Selasa (22/11) untuk kedamaian Rohingya.
"Acara ini sebagai wujud keprihatinan dan solidaritas kita kepada saudara-saudara kita di Rohingya yang mengalami penindasan," ungkap Ketua IPNU Banyuwangi, Yahya Muzakki yang menjadi penggerak kegiatan tersebut.
Selain doa bersama, ada tiga hal yang menjadi pernyataan sikap dari mereka terkait kasus Rohingya. "Pertama, kami mengutuk setiap tindak kekerasan yang menciderai rasa kemanusiaan atas nama apa pun. Terlebih yang melegitimasinya dengan ajaran keagamaan," tegas Yahya.
Mereka juga mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk terlibat penuh dalam upaya-upaya diplomatik mewujudkan kedamaian bagi etnis Rohingya.
"Kami mengapresiasi respon cepat Pemerintah Indonesia melalui Menlu (Menteri Luar Negeri) untuk melakukan klarifikasi dan langkah-langkah diplomatik lainnya. Namun, kami mendesak Presiden Jokowi untuk lebih intens lagi dalam melakukan penekanan pada Myanmar. Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asean harus menunjukkan kekuatan diplomatiknya pada negara lain sekawasannya," harap Yahya.
Selain itu, Yahya juga mengimbau kepada segenap masyarakat untuk tidak gegabah dalam melihat kasus Rohingya. Konflik Rohingya ini, menurutnya, merupakan konflik sosial yang merambat ke isu keagamaan.
"Oleh karena itu, kami berharap masyarakat Indonesia tidak mudah terprovokasi dengan ajakan-ajakan jihad yang justru akan semakin memperunyam keadaan. Apalagi sampai muncul di kalangan umat muslim Indonesia budhaphobia karena yang melakukan kekerasan kebetulan beragama Budha," imbau Yahya.
Sebenarnya, sebagai bentuk solidaritas IPNU IPPNU Banyuwangi akan melakukan penggalangan dana, namun berdasarkan informasi yang mereka dapat, sulit untuk menemukan lembaga donor yang akan menyalurkannya," katanya, banyak bantuan yang ditujukan kepada mereka (Rohingya) yang tidak sampai. Bantuan itu ngendon di lembaga-lembaga melakukan penggalangan dana. Kami takut tidak amanah," papar pria berkacamata tersebut.
Sebagai penggantinya, mereka melakukan kampanye #SAVEROHINGYA di media sosial untuk mengundang solidaritas yang lebih luas. "Fungsi media sosial yang saat ini begitu luar biasa dalam memberikan daya tekan, kami harapkan bisa gerakan #SAVEROHINGYA ini bisa terekskalasi secara luas dan menarik perhatian internasional untuk ikut terlibat dalam penyelesaiannya," tutup Yahya. (M. Sholeh Kurniawan/Abdullah Alawi)