Daerah

Di Peringatan Isra’ Mi’raj, Kiai Ini Jelaskan Hikmah Shalat

NU Online  ·  Kamis, 22 Maret 2018 | 08:00 WIB

Blitar, NU Online
Shalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepadaYang Maha Pencipta, Allah SWT. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa menjadi tujuan hidupnya.

Inilah salah satu hikmah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang disampaikan KH Syaikuddin Rohman, Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rabu (21/3). Kegiatan diselenggarakan Ta’mir Masjid Al-Musthofa  Bakung Udanawu yang dihadiri ribuan jamaah, termasuk tokoh masyarakat setempat.

“Ibadah-ibadah lain seperti puasa, zakat, haji dan sebagainya bisa disampaikan melalui malaikat Jibril. Tapi untuk perintah shalat, Allah SWT langsung memanggil Nabi Muhammad SAW melalui Isra’ Mi’raj,’’ urai Kiai Syaikuddin Rohman.

Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini dalam surat Al-Isra’ yang dikenal juga dengan Surat bani Israil ayat pertama yakni Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” ungkap mantan Ketua DPRD Kabupaten Blitar itu.

Menurut Kiai Syaikuddin, Isra’ Mi’raj merupakan sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, yakni sebuah perjalanan  dari Masjid  Haram di Makkah menuju Masjid  Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal atau mi'raj dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha sebagai akhir penggapaian. Peristiwa ini terjadi antara 16 hingga 12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib atau Madinah.

“Setidaknya ada 18 peristiwa aneh ditunjukkan Malaikat Jibril sebagai pendamping Nabi saat Isra’. Ini sebagai gambaran umatnya,” jelasnya. 

Salah satunya Nabi diperlihatkan laki-laki memukuli badannya sampai hancur. Namun bisa pulih sendiri kemudian dia menyiksa dirinya kembali secara terus menerus. “Ini sebagai gambaran siksaan orang yang dalam hidupnya meningalkan shalat lima waktu. Maka dari itu shalat harus dilaksanakan. Jangan sampai diabaikan,” ungkap alumni Pesantren Lirboyo Kediri ini.

Kiai Syaikhuddin mengatakan saat Rasulullah Mi’raj, sempat memimpin shalat berjamaah.Tidak tanggung-tanggung makmumnya adalah para nabi dan mursalin atau para rasul. “Maknanya adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari seluruh kaum yang ada. Para nabi menerima dengan rela hati, karena sadar bahwa Rasulullah memang memiliki kelebihan leadership, walau secara senioritas seharusnya menjadi makmum,’’ katanya.

Kempimpinan dalam shalat berjamaah, lanjut Kiai Syaikuddin, sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh. 

"Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Nisacaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan," katanya. 

Dalam situasi seperti inilah, Nabi Muhammad telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya,” ungkapnya. (Imam Kusnin Ahmad/Ibnu Nawawi)