Daerah

Fenomena Kebenaran Dibuat Semu Oleh Narasi Kepentingan

Sab, 8 Juni 2019 | 09:00 WIB

Fenomena Kebenaran Dibuat Semu Oleh Narasi Kepentingan

Halal bi Halal IPNU-IPPNU Kaeang Jati Blora

Blora, NU Online
Di era post truth saat ini, masyarakat dihadapkan pada situasi serba tidak jelas. Ketidakjelasan situasi tersebut terkait mana kebenaran yang hakiki dan mana kebenaran semu. Masyarakat akan cenderung berada di situasi kebenaran semu. Sementara kebenaran hakiki mulai ditinggalkan.

Orang-orang yang bekepentingan dengan kebenaran semu, terus berupaya untuk membela kepentingannya dengan membuat narasi dan cerita untuk mempengaruhi masyarakat. Narasi yang dibuat tidak pada konteksnya. Hasilnya, berita-berita hoaks sering diproduksi untuk memuluskan kepentingan dari kebenaran semu.

Penjelasan ini dipaparkan Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Seni Hadrah Indonesia (PW Ishari) Nahdlatul Ulama Ustadz Sholihin Hasan saat memberi tausiah Halal bi Halal Ikatan Pelajar NU dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPNU-IPPNU) Ranting Karangjati, Blora, Jawa Tengah, Jumat (7/6) di Cafe Segoro Madu Tempuran.

Agar selamat dari situasi seperti ini, lanjutnya, masyarakat khususnya kader IPNU-IPPNU harus terus membekali diri dengan berbagai macam ilmu di antaranya ilmu jurnalistik.

"Dengan ilmu jurnalistik, maka akan membantu mengurai mana berita hoaks dan mana yang bukan. Mana sumber berita yang layak dipercaya dan mana sumber berita yang abal-abal. Ilmu jurnalistik akan membantu kita bersikap kritis terhadap sebuah berita," ungkapnya.

Selain dihadapkan pada era post truth, masyarakat terkhusus generasi muda sekarang juga dihadapkan pada era milineal di mana sebagian besar waktu masyarakat dihabiskan bersama gadget atau android.

"Sementara waktu belajar, mengaji atau untuk sekedar bantu-bantu pekerjaan orang tuanya menjadi terkurangi. Diperintah untuk shalat atau mandi, mereka akan menawar 15 menit atau 30 menit lagi. Mereka lebih memilih menyelesaikan permainannya ketimbang menuruti perintah orang tuanya," ungkapnya lagi.

Sampai hari ini menurutnya, belum ada cara yang praktis bagaimana menjauhkan anak dari kondisi ini. Karena itu, mahasiswa program doktor UIN Walisongo Semarang itu mengajak kader muda IPNU-IPPNU untuk fokus belajar, mengaji atau kuliah. "Mondok di pesantren menjadi cara terbaik, agar generasi milenial fokus belajar dan mengaji," ujarnya.

Tantangan lain yang dihadapi masyarakat saat ini adalah kondisi di mana produktivitas problematika hidup makin meningkat, sementara kemampuan manusia untuk memecahkan problematika tersebut makin menurun. Akibatnya makin banyak persoalan kehidupan yang tidak terpecahkan.

"Di satu sisi, sistem pendidikan yang berkembang di negeri ini cenderung memberi kemudahan bagi anak didiknya. Era generasi tua dulu, tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah adalah hal yang biasa. Era sekarang, mencari anak yang tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah sangat kesulitan," katanya tentang sistem pendidikan yang cenderung mengurangi tantangan anak untuk serius belajar.

Padahal pendidikan merupakan hal utama kemajuan sebuah bangsa. Untuk menghancurkan sebuah bangsa atau negara tidak perlukan bom atom tapi cukup disuguhkan sistem pendidikan yang membuat anak makin kehilangan keseriusan dalam belajarnya.

"Siap tidak siap, IPNU IPPNU akan dihadapkan pada tiga tantangan tersebut," tegasnya. (Red: Muhammad Faizin)