Daerah SATU ABAD QUDSIYYAH

Gusjigang, Konsep Kemandirian Ekonomi Santri Menara Kudus

Sel, 24 Mei 2016 | 02:30 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagai komponen utama dalam tatanan sosial masyarakat, para santri harus menjadi pribadi yang berkarakter unggul dan mampu membangun kemandirian ekonomi keluarganya. Sehingga para santri dapat menjadi contoh bagi masyarakat sekitarnya, bukan hanya dari sisi ibadah dan kesalehan ritual semata, tetapi juga dalam proses perjuangan ekonomi keluarga dan masyarakat.

Untuk membangun kemandirian ekonomi ini santri sejak awal sudah dibekali dengan jiwa enterpreneurship dan laku tirakat serta riyadhoh batin. Di dunia santri, konsep kemandirian ekonomi ini sudah diwariskan  batin yang sudah diwariskan turun temurun sejak zaman walisongo hingga para ulama saat melawan penjajahan dan mendirikan bangsa Indonesia.  

“Sunan Kudus dahulu mencanangkan konsep Gusjigang kepada para murid-muridnya. Konsep Gusjigang ini harus terus kita pertahankan untuk membangun masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila. Santri harus membangun ekonomi keluarga dan masyarakatnya dengan berlandaskan pada keimanan kepada Allah, persatuan dan keadilan sosial,” tutur KH Nurhalim Ma’ruf Asnawi saat memberikan tausiyah kepada ratusan alumni Madrasah Qudsiyyah se-Jabodetabek dan sekitarnya dalam acara Roadshow Satu Abad Qudsiyyah, Ahad (22/5).

Ulama yang masih memiliki garis keturunan hingga Pangeran Puger dari Mataram ini menjelaskan, konsep Gusjigang berati seseorang harus tumbuh dan berproses sebagai pribadi unggul yang bagus perilakunya, pandai dan mengamalkan ilmu-ilmu agama serta berani berwirausaha atau berdagang untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarga dan masyarakatnya. Konsep ini dahulunya dicanangkan oleh Sunan Kudus dengan mendirikan padepokan yang juga mengajarkan ketrampilan seni ukir dan batik serta perdagangan kepada para santrinya. 

“Selain usaha-usaha lahiriah berupa pekerjaan nyata, hendaknya para santri tidak pernah putus dalam mendawamkan dzikir-dzikir dan amalan-amalan untuk memohon kemurahan dan keberkahan rezeki dari Allah SWT,” terang ulama ahli gramatika bahasa Arab ini.

Dengan kemandirian ekonomi dan bekal ilmu agama, diharapkan para alumni madrasah dan pesantren mampu tampil sebagai pemimpin masyarakat sesuai kemampuan dan titahnya masing-masing. Minimal dapat dijadikan contoh oleh lingkungan sekitarnya dalam menjalani hidup bermasyarakat bernegara sesuai ajaran para ulama. 

”Para santri boleh membuka usaha apa saja sesuai kemampuan dan keahliannya tanpa dibatasi, asalkan tidak bertentangan syariat. Selain itu jangan pernah melupakan dzikir-wirid dan rasa syukur kepada Allah agar dikarunia keberkahan hidup,” tandas ulama yang juga berprofesi sebagai pedagang pakaian ini.

Madrasah Qudsiyah Menara Kudus menggelar roadshow peringatan Satu Abad Qudsiyyah di enam propinsi pulau Jawa selama tiga bulan. Kegiatan ini diselenggarakan dan diikuti oleh para alumni Madrasah Qudsiyyah yang sekarang berbadan hukum Yayasan pendidikan Islam Qudsiyyah di setiap lokasinya. Akhir pekan ini, roadshow diselenggarakan di Jabodetabek dan sekitarnya dengan dihadiri oleh para guru dan pengurus Yayasan seperti KH Em. Nadjib Hassan, KH Halim Mahfudh Asnawi, KH Fatkhurrahman BA dan KH Ihsan dan M. Rikza Chamami dari perwakilan alumni Qudsiyyah Semarang. (Syaifullah Amin)