Daerah

IPPNU Kendal Ajak Pemuda Katolik Dialog Pluralitas

NU Online  ·  Selasa, 15 Juli 2014 | 03:00 WIB

Kendal, NU Online
Di tengah masyarakat yang kian mudah diprovokasi isu-isu keagamaan, umat Islam dituntut untuk kembali mengkaji dan mengingat sejarah Nabi Muhammad ketika hidup berdampingan dengan damai dengan masyarakat Madinah yang plural.
<>
Kehidupan itu kemudian diabadikan dalam piagam Madinah yang memuat nilai-nilai universal antara masyarakat Yahudi, Nasrani, dan Muslim.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Ja’far Baihaqi MH, Wakil Sekretaris PCNU Kabupaten Kendal dalam acara Buka Bersama dan Diskusi Panel bertajuk “Pluralitas dalam Kancah NKRI” yang didapuk oleh Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, minggu (13/7) lalu.

Selain menghadirkan Ja’far Baihaqi, acara yang digelar di Panti Asuhan Darul Hadlonah Patebon Kendal tersebut juga mengundang Romo Laurentius Prasetyo dari gereja Antonius Padua Kendal sebagai pembicara.

Pendeta yang akrab dipanggil Romo Prasetyo tersebut mengatakan bahwa menghargai perbedaan merupakan hal yang indah sebab perbedaan merupakan fitrah manusia yang harus disyukuri dan diejawantahkan dalam bentuk jalinan emosional yang baik antar agama-agama yang berbeda.

“Kita bisa melakukan aksi sosial bersama, seperti pembagian sembako atau donor darah, tapi jangan itu dianggap sebagai kristenisasi. Kita niatkan itu untuk membangun kehidupan keagamaan yang toleran,” tuturnya.

Diskusi berlangsung menarik karena dalam acara tersebut hadir pula rombongan dari Organisasi Muda Katolik yang pada sesi tanya jawab tidak kalah aktifnya dengan peserta diskusi dari kalangan nadhliyin.

“Bagaimana sebetulnya sikap muslim jika ada pemimpin yang tidak berasal dari kalangan Islam?” tutur Ignatius Hendra dari OMK. Petanyaan itu dijawab Ja’far Baihaqi yang dosen IAIN Walisongo dengan mengatakan bahwa pemimpin yang baik harus didukung tanpa perlu melihat apa latar belakang agamanya.

Selain isu soal kepemimpinan yang seringkali menjadi wacana menarik ketika dikaitkan dengan agama. Diskusi tersebut juga membahas mengenai kekerasan atas nama agama yang masih sering terjadi di berbagai daerah.

Menurut Romo Prasetyo, kekerasan atas nama agama terjadi karena sempitnya pemahaman keagamaan sebagian umat, padahal kekerasan tidak diajarkan oleh agama manapun. Sementara Ja’far Baihaqi mengatakan, ini menjadi refleksi bagi para pemuka agama agar menekankan pentingnya membangun dialog dan keharusan menjauhi kekerasan dan provokasi atas nama agama.

Diskusi yang dihadiri seratusan pemuda lintas agama tersebut diharapkan dapat terus dilaksanakan dan diaplikasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari.

“Semoga jalinan persaudaraan antar pemeluk agama tidak hanya erat dalam diskusi formal semacam ini, tapi juga ke depan kita dapat menciptakan suasana keagamaan yang toleran yang dimotori oleh para pemuda yang aktif bersosial” tutur Ida Nur Kholifah, Ketua PC IPPNU Kendal. (Laki Lazuardi/Abdullah Alawi)