ISNU Pamekasan: Budaya Sape Sonok Harus Dilestarikan
NU Online · Selasa, 19 November 2013 | 00:12 WIB
Pamekasan, NU Online
Bagi orang luar Madura, karapan sapi barangkali menjadi budaya lokal yang paling populer. Budaya pacuan sepasang sapi yang ditunggangi seorang joki itu sudah dikenal hingga mancanegara.
<>
Tapi, kebiasaan menyiksa sapi dalam budaya tersebut, seperti memakai rekeng, memberikan balsam dan jahe membuat budaya ini mulai ditinggalkan. Sebab, wisatawan asing yang selama ini memberikan apresiasi penuh terhadap budaya yang dipelopori oleh tokoh agama di Sumenep, pangeran Katandur tersebut, saat ini mulai tidak tertarik lagi, karena mayoritas wisatawan asing penyayang binatang.
Selain itu, adanya perpecahan antara dua kubu pecinta karapan sapi terkait masyarakat yang bersikukuh melestarikan cara lama yaitu dengan kekerasan dan cara baru yang tanpa kekerasan, membuat budaya ini peminatnya merosot.
Berbeda dengan budaya sape sonok, budaya yang juga menggunakan sepasang sapi sebagai objeknya. Tapi sape sonok lebih pada ajang mempercantik sapi. Sapi-sapi terbaik yang berjenis kelamin betina dilombakan seperti fashion show.
“Karenanya, budaya karapan sape sono’ ini harus dilestarikan. Ia merupakan budaya lokal yang menjunjung tinggi keindahan,” terang Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Pamekasan, KH Abdurrahman Abbas.
Dikatakan, sape sonok tak ubahnya seperti fashion show model. "Bedanya kalau model berjalan di catwalk, sape sonok itu berjalan di sebuah lapangan dengan rute yang ditentukan," terangnya, Ahad (17/11).
Menurutnya, sape sonok sebelum dilombakan terlebih dahulu didandani dengan cantik dan diberi perhiasan dan pernak-pernik di beberapa bagian tubuhnya. Bahkan, ada salon khusus mempercantik sapi betina yang akan dilombakan di gelaran sape sonok.
Budaya merawat sapi dengan telaten, lembut dan tanpa kekerasan, menurut Kiai Abbas, membuat budaya ini mulai awal tidak pernah ada pertentangan dan perselisihan. Sebab, tujuan utama dari budaya sape sonok itu, menurutnya, bukan ajang mencari juara, tapi lebih pada melestarikan sapi Madura dan meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap sape sonok.
"Kalau sapi Madura sudah diikutkan festival sape sonok, otomatis harga jualnya akan naik drastis. Jika sebelumnya hanya dihargai Rp 5.000.000 per ekor, tatkala sudah dilombakan di festival sape sonok, bisa dihargai Rp 25.000.000. Pemiliknya juga akan menjadi terkenal dan disegani,” pungkasnya. (Hairul Anam/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua