Daerah

Kepemimpinan Perempuan Tak Jadi Soal

Sen, 3 Oktober 2011 | 23:38 WIB

Tegal, <>

Isu tentang transnasional dan kepemimpinan perempuan memang masih beredar di publik , baik tentang Pemilihan kepala daerah atau yang lainya. Nampaknya perempuan yang masih terus diperjuangkan hak-haknya masih memilki seambrek permasalahan, baik perlindungan kerja, kekerasan dalam rumah tangga ataupun dalam bidang politik yang belum memiliki porsi.   <>


Pengurus Pusat (PP) Fatayat NU  Bidag Politik , Advokasi dan Hukum , Hj. Ida Nur Sa’adah, S.P.d.I, MM, ketika ditemui disela-sela Latihan kader dasar (LKD) PC. Fatayat NU Kabupaten Brebes di Hotel Mega Guci  akhir pekan kemarin, memandang  bahwa kepemimpinan perempuan sudah tak menjadi soal di NU karena pada Muktamar NU ke-30 di Lirboyo pada komisi Ba’sul Masail tidak dipermasalahkanya.    

 
“Yang menjadi soal itu bukan perempuan atau laki-lakinya, tetapi bisa atau tidak membawa  sejahtera, kadang juga ada perempuan yang tidak respek terhadap nasib perempuan. Kalau ada pengalaman pribadi  daerah dipimpin perempuan menjadi porak-poranda, itukan masalah pribadi dan tidak bisa dipukul rata,” katanya.


Lebih lanjut aktifis asal Demak Jawa Tengah itu menilai, tugas Fatayat memang perlu meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan, dan meningkatkan kesadaran kaum perempuan akan harkat dan kesejahteraan. Bukan menentang arus tetapi membela hak-hak perempuan yang belum terkaver secara keseluruhan. Sehingga ketika kader Fatayat dibutuhkan disegala lini sektor bisa memiliki kompetensi akan hal itu. 


“Memperjuangkan Regulasi perundang-undangan baik politik atau partai politik dengan organisasi perempuan lain sedang kami upayakan. Intinya bukan pada persoalan politik tetapi bagaimana kesejteraan bisa dibangun dikalangan perempuan. Kalau perempuan bisa mengambil polyce maka akan mempermudah untuk memperjuangkan perempuan sendiri,” ungkapnya. 

 

Pada tataran pusat program yang dikembangkan berdasarkan departemen Politik, Hukum dan Advokasi diantaranya bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pendidikan berkonstitusi. Dan juga  regulasi perundang-undangan. 


“Di daerah kami mendorong untuk mengkritisi peraturan daerah atau atau dalam perumusan perda memberikan masukan, selian itu juga jalin hubungan dengan SKBD, untuk mengawal program pemberdayaan perempuan,” terang ketua Komisi D DPRD Kabupaten Demak itu.


Selama ini, lanjutnya, respons pemerintah terhadap fatayat sudah cukup baik, sehingga memunculkan program kerajasama, terlihat didaerah-daerah, di Kabupaten Pati Misalnya, Fatayat mengelola program pemberdayaan ekonomi, Semarang juga memiliki, Kabupaten Tegal dengan adanya kelompok usaha bersama (KUB), dan di Brebes mengakses program Desa Produktif.




Redaktur     : Syaifullah Amin

Kontributor : Abdul Muiz