Daerah

Kumandang Adzan di Rumah Dinas Bupati Tana Toraja

NU Online  ·  Jumat, 25 Juli 2014 | 12:43 WIB

Makale, NU Online
Allahu akbar Allahu akbarAllahu akbar Allahu akbar Selasa sore (22/07/2014), suara nyaring muadzin berkumandang di rumah dinas Bupati Tana Toraja. Pekik suara takbir, tahlil, syahadat dan ajakan untuk shalat dan kemenangan itu menggelegar ke angkasa kota Makale. <>Tidak hanya itu, ayat suci al-Qur’an pun dilantunkan dengan penuh kekhusyukan oleh ustadzah Halimah, turut membawa suasana semakin Islami. Ayat tentang puasa dan turunnya Al-Qur'an pada bulan suci Ramadhan. Tampak, ibu-ibu berjilbab dan pria berbaju koko, lengkap dengan pecinya. Sungguh pemandangan yang tak biasa terjadi di rumah Tator-1 ini. Biasanya hanya lagu-lagu gereja yang terlantunkan. Maklum, karena sang Bupati memang beragama Kristen. Bahkan, menurut sebuah sumber, ia seorang pendeta. 

Tepat di samping rumah dinas tersebut terdapat gereja bukit Sion. Paling tidak, ada 4 gereja besar berdiri mentereng di sekeliling bundaran yang menjadi ikon Tana Toraja itu, ada yang dari Katolik, Protestan, ada pula dari Advent. Dan sebuah gedung perguruan tinggi yang cukup megah berdiri di sebelah selatan bundaran, tiada lain adalah UKI Toraja.

Sore itu, Bupati Tator sedang menggelar acara buka puasa bersama kaum muslim dan pejabat daerah se-Tator. Dan, secara tiba-tiba, sekitar pukul lima, Kasi Bimas Islam Tator mengajak hadir dalam acara ini. Sebenarnya, remaja masjid dan pengurus takmir masjid juga mendapatkan undangan. Namun, ternyata mereka memilih tidak hadir dengan beberapa alasan, katanya, bersifat kepercayaan keagamaan, dimana menurut hemat saya kurang tepat. 

“Ah, saya gak mau datang,” ungkap seorang aktifis remaja masjid mendapat undangan buka bersama tersebut. “Bupatinya Kristen. Para pegawainya juga kebanyakan Kristen. Makanan dan minuman yang dihidangkan tidak terjamin halal. Tidak jelas siapa yang masak. Kalau alatnya habis dipakai masak babi gimana,” lanjutnya berargumentasi.

Pandangan dan sikap berbeda ditampakkan oleh Suardi Sidik, kasi Bimas Islam Tana Toraja. “Kita hargai dan hormati niat baik bapak Bupati. Lagi pula, beliau kan pemimpin kita. Ini kan bagian dari hablum minannas, memperbaiki hubungan sosial dan kerukunan antar-umat beragama,” terang Kasi Bimas Islam, yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris pengurus NU cabang Tator ini.

“Namun, kendatipun demikian, untuk hadir kita memberikan syarat kepada bupati, yaitu susunan acaranya kita yang menyusun dan hidangan dimasak oleh kaum Muslim,” lanjut pria berasal dari Bulukumba ini.

“Susunan acaranya harus ada tilawah al-Qur’an, ceramah, adzan dan shalat Magrib di sana,” ungkap Kasi Bimas Islam yang merupakan mantan kepala MAN Makale ini berargumentasi.

Dalam sambutannya, bupati tampak sangat fasih berbicara tentang puasa Ramadhan dan terkait dengan adat dalam Islam. 

“Semoga Allah subhanahu wata’ala menerima amal ibadah puasa ibu bapak sekalian dan memberikan kekuatan hingga di akhir bulan. Dan semoga, dengan pilpres diadakan di bulan suci Ramadhan ini bisa menjadikan suasana, di Tana Toraja khususnya, tenang, aman dan damai.” Tidak hanya ucapan “salam ala Islam” sang bupati bisa melafalkannya dengan fasih.

Sementara itu, Suardi dalam kultum buka puasa bersama kali ini, menyampaikan tentang hikmah berpuasa. 

“Hikmah puasa adalah melatih kesabaran. Dari pagi hingga petang, umat Islam diharuskan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan. Mulai dari makan hingga berhubungan biologis.”

“Namun, bila lupa, kemudian makan, puasa tidak batal dan bisa diteruskan,” ungkapnya. “Puasanya. Bukan makannya.” Lanjutnya, disambut tawa para hadirin.

“Sebenarnya, puasa ini bukan hanya dilakukan oleh umat Islam saja. Umat-umat terdahulu juga menjalankan ibadah puasa. Walladzina min qabdlikum. Terkait umat terdahulu, para ahli tafsir ada yang menyebut bahwa mereka umat Nabi Isa, Nabi Musa, Ibrahim, dan lain sebagainya, bahkan ada yang menyebutkan sejak Nabi Adam dan bunda Hawa di surga. Dimana mereka diberikan kebebasan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk memakan apa saja di surga, kecuali buah dari satu pohon. Mereka berdua diminta menahan diri, berpuasa dari makan satu jenis buah itu. Namun, ternyata mereka terperdaya oleh setan, dan karena melanggar, mereka berdua pun dihukum oleh Allah, diturunkan di bumi. Adam diturunkan di Arab, sementara Hawa diturunkan di India. Pantas hidung orang Arab dan India mancung-mancung. Coba kalau mereka berdua diturunkan di Tana Toraja, hidung kita mungkin akan mancung,” terangnya disambut tawa hadirin.

Kasi Bimas Islam ini memang tidak lupa untuk menyelipkan guyonan di sela-sela siraman rohani yang disampaikannya, khas kiai-kiai NU ketika berceramah. (masyhari/mukafi niam)