Daerah

Lebaran, Rais Syuriyah PCNU Jember Bukan Sekadar Open House

NU Online  ·  Jumat, 7 Juni 2019 | 08:00 WIB

Lebaran, Rais Syuriyah PCNU Jember Bukan Sekadar Open House

Kiai Muhyiddin Abdusshomad berswafoto bersama NU Online

Jember, NU Online
Bagi sebagian kiai, lebaran atau bukan sama saja. Sama-sama ada kegiatan rutin, yaitu menerima tamu. Salah satunya adalah KH Muhyiddin Abdusshomad. Syaikhul Ma’had Pondok Pesantren Nuris, Antirogo yang juga Rais Syuriyah PCNU Jember ini, memang setiap hari membuka pintu rumahnya untuk para tamu, baik yang sekadar sowan, wali santri atau tamu yang minta nasehat. Semua dilayani.

“Kecuali misalnya ada undangan ke luar, itu tidak bisa melayani tamu ( di rumah),” tukas pengurus Pondok Pesantren Nuris, Ahmad Sainusi kepada NU Online di Nuris, Kamis (6/6).

Menurutnya, selama Kiai Muhyid berada di rumah selalu menyediakan waktunya untuk para tamu, meskipun kadang-kadang ia harus memantau santri-santrinya  di sekolah. Jadi bagi Kiai Muhyid tidak ada istilah open house. Sebab, setiap hari selalu menerima tamu dari berbagai kalangan.

“Justru ini lebih dari sekadar open house, karena ini terus-menerus beliau lakukan,” tambahnya.

Walaupun demikian, rata-rata yang sowan ke Kiai Muhyiddin selama lebaran memang dengan tujuan utama silaturrahim. Itupun tokoh-tokoh penting, mulai dari anggota DPR RI hingga pejabat dan sebagainya. Namun tak jarang juga, kiai kampung dan warga biasa yang mengunjungi rumah Kiai Muhyid. Tujuannya, ya sowan juga. Uniknya, tamu yang datang diberi buah tangan berupa sarung.

Seperti yang terjadi Kamis (6/6), tamu datang silih berganti di kediaman Kiai Muhyid. Salah satunya Ra Muhammad. Lelaki kelahiran Mekah dan memang bermukim di Mekah tersebut menyempatkan diri sowan Kiai Muhyiddin dalam rangka silaturarhim dan bermaaf-maafan.

“Ini (tamu) dari Mekah,” tuturnya kepada NU Online sambil memperkenalkan tamunya tersebut.

Lelaki yang fasih berbahasa Arab, baik kitabiah (qur’ani) maupun suqiyah (pasaran) tersebut, cukup alim karena selama di Arab memang hanya mengaji dan mengaji kepada  para ulama terkenal di  Mekah. Sesekali telepon selulernya berdering, dan iapun mengangkatnya dan berkomunikasi dalam bahasa Arab suqiyah.  Beberapa saat kemudian, HP-nya berdering lagi, dan iapun berkomunikasi dengan si penelepon  dalam bahasa Arab kitabiyah.  

Sementara Kiai Muhyid hanya terdiam sambil mempersilahkan tamu lain untuk mencicipi kuenya yang berjejer rapi di mejanya. (Aryudi AR).