Daerah

Lebaran, Warga Pegayaman Bali Gelar ‘Ngejot’

NU Online  ·  Jumat, 7 Juni 2019 | 02:00 WIB

Buleleng, NU Online
Dari sisi kerukunan antar umat beragama, Indonesia betul-betul patut diapresiasi. Hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri selalu memunculkan cerita manis tentang kerukunan hidup antar umat beragama, toleransi, dan kebersamaan. Seperti yang terjadi di Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.

Di desa yang penduduknya mayoritas beragama Islam itu, terdapat satu tradisi yang disebut Ngejot. Ngejot adalah tradisi mengantarkan makanan kepada tetangga menjelang Idul Fitri aau pas Idul Fitri.

“Warga Pegayaman tetap ngejot, membagikan makanan kepada tetangga yang non muslim. Begitu pula sebaliknya,  nanti di hari-hari besar Hindu, mereka juga mengantarkan makanan ke kita,” tukas tokoh pemuda NU Pegayaman, Ketut Muhammad Qosim sebagaimana rilis yang diterima NU Online, Kamis (6/6).

Bendahara Pengurus Cabang (PC) Pergunu Buleleng tersebut menambahkan, sebenarnya tradisi ngejot dilakukan oleh secara umum di Bali di hari lebaran dan hari besar keagamaan Hindu. Hal tersebut tentu sangat kondusif bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

“Terus terang walaupum kami di sini minoritas, tapi tidak ada masalah. Kami merasa bukan minoritas karena kami bersaudara dengan non Muslim,” ucapnya.

Bagi Qosim, dengan pemeluk agama apapun, kerukunan dan persaudraan harus tetap dijalin. Selama tidak menyangkut masalah aqidah, semua bisa dilakukan dalam bingkai kebersamaan antar Muslim dan non Muslim,” jelasnya.

Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 02 Buleleng tersebut menegaskan bahwa NU dengan Islam Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja)-nya, sangat tepat diterapkan di Indonesia.  Pluralisme dan toleransi yang diusung NU, memang sangat dibutuhkan Bangsa Indonesia demi terciptanya suasana yang kondusif.

“NU menjunjung tinggi toleransi dan pluralisme. Di manapun kita berada, dengan modal itu, Insyaallah aman, tak soal apakah kita jadi minoritas tau mayoritas,” pungkasnya. (Red: Aryudi AR).