Daerah

Lesbumi Kabupaten Bandung Luncurkan Film 'Bandoeng 49,2 Khz'

Sab, 30 November 2019 | 14:15 WIB

Lesbumi Kabupaten Bandung Luncurkan Film 'Bandoeng 49,2 Khz'

Peluncuran film “Bandoeng 49,2 Khz” yang digarap Lesbumi Kabupaten Bandung (Foto: NU Online/Abdullah Alawi)

Bandung, NU Online 
Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Bandung meluncurkan film dokumenter pendek berjudul Bandoeng 49,2 Khz di Bandung Creative Hub, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu 30 November. Setelah diluncurkan, kemudian Lesbumi membedah dan mendiskusikannya dengan narasumber sineas, sejarawan dan budayawan Bandung. 

Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslim Indonesia Kabupaten Bandung Dadan Madani mengatakan  produksi film tersebut merupakan upaya untuk melaksanakan amanat pengurus pusat Lesbumi yang mengamanatkan pengurus cabang untuk melaksanakan kerja-kerja kebudayaan yang tertuang dalam Sapta Wikrama.  

“"Film Bandoeng 49,2 Khz" diproduksi atas kerja sama Lesbumi Kabupaten Bandung dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI sebagai salah satu amanat dalam Sapta Wikrama yang dirumuskan di Lesbumi Pusat,” katanya selepas peluncuran.  

Di antara amanat Sapta Wikrama pada poin kelima, kata Dadan, adalah menghidupkan kembali seni budaya yang beragam dalam ranah Bhnineka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong royong, dan keunggulan dalam seni, budaya dan ilmu pengetahuan. 

“Pada amanat keenema, Sapta Wikrama adalah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan gerakan Islam Nusantara. Produksi film ini adalah salah satu upaya memanfaatkan media film untuk itu,” jelasnya. 

Lebih lanjut Dadan Madani menjelaskan, film tersebut diambil dari masa Hindia Belanda yang berupaya membuat komunikasi jarak jauh antara Hindia Belanda dengan Belanda.   

“Film ini berbicara tentang alat komunikasi jarak jauh pada awal abad 20 yang berfungsi untuk saling bertukar informasi dari negara ke negara lain, terkhusus bagi Bangsa Belanda untuk berhubungan secara langsung dengan Hindia Belanda," katanya.    

Berdasarakan sumber yang didapat Lesbumi, sambungnya, radio tersebut diupayakan untuk efektivitas. Karena, hubungan komunikasi dengan menggunakan kabel sangatlah boros. Belanda kemudian pada tahun 1916, memanggila Dr. J.C. de Groot setelah menyelesaikan studinya di HBS, Amerika, dengan disertasinya mengenai komunikasi nirkabel.

Pada peluncuran tersebut hadir budayawan Hawe Setiawan, sutradara May Ramadhan, perwakilan dari PCNU Kabupaten Bandung, dan Lesbumi Kota Bandung. 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Alhafiz Kurniawan