Daerah

Mahasiswa Ini Ungkap Pengalaman di Pesantren Melalui Lukisan

Kam, 18 Juli 2019 | 00:30 WIB

Mahasiswa Ini Ungkap Pengalaman di Pesantren Melalui Lukisan

Pameran lukisan di Gedung B9, FBS Unnes, Sekaran, Gunungpati, Semarang.

Semarang, NU Online
Pengalaman rohani atau spiritual terkadang lebih mudah ditunjukkan dengan sebuah karya, baik itu tindakan atau sebuah karya yang bernilai seni. 

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Seni Rupa, Prodi Seni Rupa, M Galang Irnanda mengungkapkan hal tersebut. 

Dengan lukisan, dirinya berhasil mengukapkan hasil perenungannya selama nyantri di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja, Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang dalam bentuk lukisan.

Guratan-guratan, perpaduan warna, dan berbagai hal yang dihasilkannya mampu menunjukkan letupan-letupan pengalaman batinnya sebagai santri dalam pameran lukisan yang digelar selama tiga hari ini di Gedung B9, FBS Unnes, Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang. Dan Rabu (17/7), pameran lukisannya secara resmi ditutup.

Purwanto selaku dosen pembimbing mengakui bahwa Galang telah menemukan tempatnya, menemukan maqamnya yang pas, yakni di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja. 

"Bagaimana dia melakukan suatu perenungan yang luar biasa mencari jati dirinya, mencari satu pertanyaan apa yang harus dia lakukan," katanya.

Purwanto menerangkan yang dilakukan Galang sebagai tanggung jawab bentuk kepatuhannya dengan Sang Khaliq dinyatakan melalui karya-karya lukisnya. Menurutnya, kita bisa menyaksikan kedekatan perasaan Galang dengan Allah yang menginspirasi dan layak untuk mengangkat judul ‘Dzikir dan Fikir’.

"Apa yang dilakukan oleh Galang adalah suatu proses bagaimana dia berpikir merenungi dirinya merenungi hakikat pribadi dirinya dan hubungannya dengan Tuhan. Tidak ada cara lain agar kedekatan itu senantiasa  terjalin adalah dengan cara berpikir," ulasnya.

Menurutnya, kuas sebagai media bagi Galang dalam menunjukkan perasaan dekatnya dengan Allah. Karenanya ia berharap doa yang diutarakan dapat terkabul. 

"Mudah-mudahan doa kita semua, ketika ada hamba Allah yang begitu dekat dengan Sang Khaliq maka yakinlah bahwa apa yang diminta, apa yang didoakan insyaallah akan diijabah," harapnya.

Jadi, lanjutnya, inilah barang kali suatu rumus yang gampang untuk dipahami. “Ketika kita mau meminta sesuatu, berdoa sesuatu kepada Sang Khaliq, maka jadilah engkau hamba Allah yang dicintai-Nya. Siapa yang dicintai? Ya yang paling dekat,” ungkapnya. 

Di ujung komentar, ia mendoakan konsistensi yang dilakukan pelukis. "Mudah mudahan apa yang dilakukan Galang ini adalah sesuatu yang senantiasa pada koridor dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Taala," doanya.

Atas karya yang dipamerkan tersebut, Purwanto merasa kegelisahannya terhadap nasib akademik Galang telah terobati. Galang lebih memilih menunda masa wisuda demi sebuah proses penemuan jati diri.

Sementara, Galang saat dimintai keterangan menjelaskan tema besar dalam pameran lukisan tersebut sebagai sebuah gambaran konkret tentang proses belajar memahami agama yang ada di pesantren. Secara simbolik, Galang melukiskan bagaimana mengaji Al-Qur’an, kajian kitab, dan ibadah harian divisualkan secara artistik dalam karya lukis. Bahkan tradisi gotong royong yang dalam istilah pesanten disebut ‘roàn’ juga terlukiskan dengan detil.

Lebih dari itu, simbol tersebut diusung dalam bentuk seni instalasi. Sedikitnya terdapat 5 instalasi berupa gentong padasan tempat wudhu, sarung, sajadah, kitab, peralatan pertukangan. 

"Instalasi itu sejenis seni tiga dimensi, seperti patung tapi bukan patung," ujarnya.

Galang menjelaskan, roàn sebagai simbol dari kebersamaan antara kiai dengan santri, dan santri dengan santri. Kebersamaan tersebut menghasilkan tekad untuk membangun pondasi keislaman yang dilestarikan dalam bentuk bangunan pesantren. 

Lukisan menggambarkan perjuangan almarhum Kiai Marokhan yang mendirikan Pondok Pesantren Durrotu Aswaja dengan ditindih tulisan Arab pegon. Hal tersebut menunjukkan sebuah kearifan lokal, yakni semangat keislaman yang membaur dengan Budaya Jawa. Sebuah inspirasi dalam memberikan pesan moral berdakwah melalui lukisan. (Rifqi Hidayat/Ibnu Nawawi)