Daerah

Mentor Garis Keras Keagamaan Perlu Diwasapadai

NU Online  ·  Ahad, 17 November 2013 | 12:03 WIB

Pamekasan, NU Online
Guru pendidikan agama Islam dihadapkan pada kenyataan merebaknya para mentor yang semangat menyebar paham berhaluan garis keras. Para mentor berpenampilan baik dan cukup meyakinkan dalam memberikan pendidikan agama kepada para pemuda dengan pemahaman tanggung.
<>
Demikian dikatakan pemateri dalam kuliah umum H Abd Adzim di Sekolah Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (8/11).

Sementara, sambung H Abd Adzim, kebanyakan guru agama di Indonesia berpenampilan tidak menarik. Kopiahnya agak memerah, tasnya lusuh. Profil guru agama berbanding terbalik dibandingkan dengan mentor yang berpenampilan menarik, dengan buku-buku terbaru, kemudian muncul dengan konsep jihad dan keimanan yang dangkal.

Dimoderatori Direktur Pascasarjana STAIN Pamekasan Mohammad Qosim, Adzim menegaskan kenyataan harus disikapi secara serius para guru agama Islam dengan terus melakukan inovasi.

“Di kafe-kafe Mentor-mentor getol memprovokasi kekerasan. Misalnya seorang mentor mengajak diskusi seorang mahasiswa. Ia lalu mempresentasikan buku-buku dari luar negeri. Bisa saja ia bawa dari Timur Tengah, atau mengunduh dari website khusus,” imbuh Adzim yang bergelar doktor.

Dari penampilannya, terang Adzim, mentor itu menarik. Dia berjenggot sedikit, membawa buku yang belum dibaca di Indonesia. Ia membawa banyak konsep.

Yang bahaya adalah konsep jihad. Konsep ini sangat perlu diwaspadai di samping persoalan iman. Konsep mati syahid dan jihad selalu dikedepankan para mentor. Doktrin yang diberikan mentor ini lebih meyakinkan disertai literatur. Akhirnya, guru agama kalah. Murid lebih mengidolakan para mentor. Sehingga, guru agama terabaikan.

Ajaran mereka mengarah pada pembuatan bom dan melakukan bunuh diri. Dengan keyakinan, mati syahid dan segera bertemu dengan para bidadari. Padahal pemahaman Islam seperti itu tergolong lemah. Memahami bidadari dalam konteks fisik saja, tentu patut disayangkan.

Dalam kesempatan itu, HTI juga disinggung. Pasalnya, HTI merupakan produk luar negeri yang dibawa ke Indonesia dan di kampus dikenal dengan lembaga dakwah kampus. (Hairul Anam/Alhafiz K)