Daerah

MUI Kalbar: Waspadai Penggunaan Fatwa Agama Sebagai "Fatwa Politik"

NU Online  ·  Selasa, 14 November 2006 | 12:27 WIB

Pontianak, NU Online
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kalimantan Barat (MUI Kalbar), Ustad H A Rahim Dja’far mengharapkan agar pmpinan MUI kabupaten/kota dan kecamatan senantiasa mewaspadai terhadap penggunaan fatwa-fatwa keagamaan sebagai "fatwa politik".

"MUI adalah institusi keagamaan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah politik praktis. Sikap tegas dan netral harus tergambar dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, baik berupa fatwa, pernyataan sikap, ataupun himbauan (taushiah) berkaitan dengan Pilkada 2007," kata Ustad H A Rahim Dja’far, seusai pengukuhan Pengurus MUI Kota Pontianak Periode 2006-2011, di Pontianak, Selasa.    

<>

Ia mengatakan, berkaitan dengan akan dilaksanakannya Pilkada Gubernur secara langsung tahun 2007, maka semua kebijakan yang dikeluarkan oleh MUI, baik tingkat kecamatan, kota maupun provinsi, harus senantiasa berpijak pada tuntunan ajaran agama dan diorientasikan pada kemaslahatan umat Islam, bukan kepada salah satu pemimpin ataupun golongan politik tertentu.

Rahim Dja’far mengatakan, bangsa Indonesia dalam menoreh sejarah perkembangan demokrasi sudah semakin maju, yaitu dengan dilaksanakannya pemilihan eksekutif dan legislatif serta pilkada secara langsung, sehingga semua umat patut diberikan apresiasi dengan ikut serta membangun suasana yang kondusif.

Pilkada secara langsung, lanjutnya, jika tidak dikelola dengan baik dan benar akan berpotensi menimbulkan polarisasi permanen yang membelah masyarakat dimana pilkada tersebut dilaksanakan.

"Karena itu saya menghimbau semua dewan pengurus MUI, baik di tingkat kecamatan, kota maupun provinsi, hendaknya senantiasa mendorong dan memberikan masukan kepada para bakal calon maupun kepala daerah, agar dalam menjalankan proses pilkada lebih mengedepankan moral, hati nurani, dan aklaqulkarimah," ujarnya.

Selain itu juga menciptakan suasana yang kondusif dengan tetap santun dalam berpikir, berpolitik, bertutur, bersikap, dan bertindak, demi terwujudnya masyarakat yang aman dan tentram.

Namun hendaknya senantiasa waspada terhadap penggunaan fatwa-fatwa keagamaan sebagai "fatwa politik" untuk memilih seseorang. Fatwa berorientasi kepada kebenaran hukum sedangkan politik berorientasi kepada kepentingan, imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua MUI Kalbar juga mengatakan MUI harus bisa bertindak tegas terhadap adanya penyimpangan pelaksanaan ajaran agama yang terjadi di beberapa kabupaten/kota, dengan bersikap tegas, serta bersikap arif dan bijaksana dalam memutuskan ajaran yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma, merupakan penyimpangan dari ajaran agama Islam.

Akan tetapi, ia menambahkan, terhadap pelaku penyimpangan tersebut, MUI harus lebih arif dan bijaksana dalam menyelesaikan, karena bisa saja penyimpangan dilakukan karena atas ketidaktahuan terhadap ajaran agama Islam yang benar.

"Maka menjadi tugas MUI dalam membimbing, menyadarkan, dan memberikan bimbingan ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama Islam," katanya. (ant/mad)