Daerah

Pepatah Bijak Orang Madura tentang Kedermawanan

Jum, 8 Desember 2017 | 11:31 WIB

Jember, NU Online
Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang paling dermawan di jagat bumi ini. Kendati tidak kaya, tapi kedermawanannya begitu mempesona. Beliau rela menderita dan berlapar-lapar hanya karena mengalah kepada orang lain yang juga membutuhkan makanan yang dimilikinya. 

Demikian diungkapkan Wakil Ketua PCNU Jember, Moch Eksan saat bertaushiyah dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantern Nurul Ulum, Desa Pace Kecamatan Silo, Jember, Kamis (7/12).

Menurutnya, rajin memberikan sedekah bukan semata-mata mempunyai dimensi ibadah, tapi juga ada dimensi sosial. Dikatakannya, besar kecilnya nilai ibadah, juga tergantung pada besar kecilnya manfaat dari apa yang disedekahkan. 

"Dan Nabi Muhammad adalah uswah terbaik tentang kedermawanan yang sesungguhnya," ujarnya.

Manfaat lain dari kebiasaan bersedekah adalah terlindunginya pemberi sedekah dari kemungkian tindak kejahatan. 

Oleh karena itu, Eksan menyebut bahwa pepatah Madura yang berbunyi "lebbi begus apager pereng etembeng apager perreng" sangat tepat. Kalimat yang berarti "lebih baik berpagar piring daripapda berpagar bambu" itu sungguh merupakan ungkapan bijak dan mempunyai makna filosofi yang luar biasa.

Eksan menjelaskan, orang yang senang bersedekah atau tepatnya memberikan makan orang atau tetangganya, yang dilambangkan dengan piring, sungguh secara tidak langsung telah memagari rumahnya dari kejahatan pencurian dan sebagainya. Sebab orang yang dermawan, pasti banyak yang mendoakan baik untuknya sekaligus peduli akan keselamatan dia. 

"Sehingga jika ada yang menggangu, pasti tetangganya ikut terdorong untuk melindunginya. Kenapa, karena tetangga atau orang yang menerima kebaikannya, berusaha untuk menjaga keamanannya," ujarnya.

Kondisi tersebut tentu berbeda dengan orang yang bakhil. Walupun rumahnya dipagar sedemikian rupa, yang dilambangkan dengan bambu (sebagai pagar), tapi si empuya rumah tak pernah bersedekah, maka tentu tidak ada yang peduli saat rumahnya disatroni maling. Alih-alih peduli, malah mereka bersyukur karena rumah orang bakhil telah dbobol maling. 

"Sehingga bagaimanapun tingginya tembok rumahnya, tetap tidak aman," jelasnya. (Aryudi A Razaq/Abdullah Alawi)