Pesantren Salaman Al-Fauzan dan MUI Garut Minta Pemkab Merespons Kelompok NII
Kamis, 6 Januari 2022 | 08:45 WIB
Aksi damai dan audiensi Aliansi Masyarakat Antiradikalisme dan Intoleran (Almagari) terkait kasus NII di Garut, Rabu (5/1/2022). (Foto: NU Online/M Salim)
Muhammad Salim
Kontributor
Garut, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Salaman Fauzan 3, KH Aceng Baudl Mujib mengungkapkan kekecewaan kepada pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Garut yang dinilai tidak tegas dan terkesan menyepelekan keberadaan pengikut Negara Islam Indonesia (NII) di wilayah Kabupaten Garut. Hal tersebut disampaikan dalam aksi damai dan audiensi Aliansi Masyarakat Antiradikalisme dan Intoleran (Almagari) kepada Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) Kabupaten Garut di Gedung DPRD Kabupaten Garut Jl Patriot No 2 Kelurahan Sukagalih Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (5/1/2022).
Aceng Mujib sapaan akrabnya, mengaku sangat kecewa ketika munculnya berita 59 anak di bawah umur terpapar paham radikalisme yang berafiliasi pada NII pada 11 Oktober 2021. Sementara tindak lanjut dari pemberitaan tersebut pihak Pemda Kabupaten Garut membentuk satuan tugas khusus penanganan kelompok radikalisme dan intoleran. Namun, sampai sekarang, satgas tersebut tidak ada kejelasan dari kinerja yang seharusnya mereka lakukan. Terbukti, kata Kiai Aceng, dari 59 anak yang terpapar tersebut, berdasarkan keterangan warga Kelurahan Sukamentri yang pada awalnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi, sebagian dari mereka kembali ke NII.
Aceng Mujib mengaku siap menjadi garda terdepan bagi pemda Garut yang merasa terancam dengan keberadaan NII tersebut. Ia khawatir dengan keberadaan NII karena memikirkan keberlangsungan generasi masa depan bangsa Indonesia. Terkhusus kaum Muslim Garut jika sampai terpapar oleh paham NII, maka agama akan digunakan sebagai komoditas politik dan ekonomi oleh NII.
Dalam audiensi tersebut pula, mantan pengikut NII berinisial EK, menyampaikan testimoni akan kesesatan NII. Sedikitnya ada lima poin kesesatan NII, yaitu menganggap kafir selain kelompoknya, mewajibkan infak bagi pengikutnya, shalat fardu tidak wajib kecuali mendirikan khilafah, shalat Jumat tidak wajib karena Indonesia belum menjadi negara islam, dan jika salah satu dari suami istri yang masuk NII belum di baiat, maka ketika berhubungan suami istri sama dengan berhubungan dengan binatang
Hadir dalam kesempatan audiensi tersebut Wakil Bupati Garut Helmi Budiman, Ketua MUI Kab. Garut KH Sirojul Munir, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Garut beserta jajaran, Kepala Kesbangpol, Perwakilan Kemenag, puluhan pengurus ormas dan OKP yang tergabung dalam Almagari. Aksi damai tersebut diikuti oleh lebih dari lima ribu masyarakat Garut.
Kontributor: Muhammad Salim
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua