Daerah

PMII Mengaji, Cara Mahasiswa NU Jember Merawat Tradisi

Jum, 11 September 2020 | 06:00 WIB

PMII Mengaji, Cara Mahasiswa NU Jember Merawat Tradisi

Kegiatan PMII Mengaji pertama dilakukan di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (10/9) malam.

Jember, NU Online

Di tengah pandemi Covid-19yang belum kunjung berakhir, Pengurus Cabang (PC)  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember, Jawa Timur meluncurkan program baru, yaitu PMII Mengaji. kegiatan ini dilakukan dengan kunjungan secara bergiliran para pengurus harian PMII Cabang Jember kepada pengasuh pesantren untuk mengaji dan bersilaturrahim.

 

Kegiatan PMII Mengaji pertama dilakukan di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (10/9) malam.


 “Alhamdulillah (kunjungan) terlaksana dengan baik,” ujar Ketua PC PMII Jember, Baijuri di sela-sela acara.


Menurut Baijuri, sebenarnya sowan atau bersilaturrahim kepada kiai dan pengasuh pondok pesantren sudah menjadi tradisi warga NU, termasuk kader PMII. Namun hal itu bersifat personal, sehingga dari sisi penguatan kelembagaan kurang mengena.


“Makanya kita sowan secara kelembagaan, atas nama PMII. Kita juga dapat ilmu walaupun tidak mengaji seperti biasanya. Ilmu itu kami peroleh dari tausiah dan pesan-pesan yang disampaikan kiai,” jelasnya.


Ia menambahkan, program PMII Mengaji cukup penting karena di samping bersilaturrahim kepada kiai, juga sebagai ikhtiar untuk merawat tradisi. Tradisi sowan kepada kiai menurutnya harus dilestarikan, khususnya di kalangan generasi muda NU. Sebab, saat ini cukup banyak gangguan yang berpotensi menggerogoti kebiasaan sowan kepada kiai.


“Ada puluhan kiai dan pengasuh pesantren yang siap kami kunjungi dalam waktu mendatang,” ungkapnya.


Dalam program PMII Mengaji itu, pengurus harian PMII Cabang Jember juga melakukan dokumentasi terkait perjalanan hidup pendiri dan pengasuh pesantren yang dikunjungi. Dan ternyata, Kiai Umar (pengasuh kedua Pondok Pesantren Raudhatul Ulum), juga memiliki catatan sejarah yang membanggakan, baik dalam berdakwah maupun dalam berjuang melawan penjajah.


Menurutnya, Kiai Umar memiliki ciri khas yang unik dalam berdakwah kala itu, yaitu melalui asimilasi budaya kapitayan seperti ludruk, tahlil keliling dan sebagainya. Kiai Umar tidak menghentikan atau menghalangi-halangi kebiasaan masyarakat, namun memasukinya untuk kemudian mengubah dan mengarahkan pelan-pelan tradisi itu hingga jauh dari kemungkaran.


“Itu juga ciri khas dakwah Wali Songo,” jelas Ketua Bidang Keagamaan PC PMII Jember, Ilham.


Selain itu, Kiai Umar juga dikenal sebagai pejuang. Bersama tentara dan rakyat, Kiai Umar ikut berjuang mengusir penjajah. Pesantren yang diasuhnya juga dijadikan markas pejuang.


“Kiai Umar adalah pejuang juga,” tuturnya.


Sementara itu, wakil pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Gus Sholeh Ahmad berharap agar PMII kedepannya bisa menjadi tameng dalam menjaga Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.


“PMII adalah kader NU, makanya mereka punya tugas mengawal NU sesuai dengan bidang  mereka,” pungkaknya.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin