Jakarta, NU Online
Lahewa merupakan salah satu kecamatan di Kepulauan Nias Utara. Kecamatan tersebut juga masuk dalam wilayah Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatra Utara.
Di Kecamatan itu, tepatnya di Jalan Bowo No 14, Lingkungan 3, Kelurahan Pasar Lahewa, terdapat Raudatul Athfal (RA) Muslimat NU Lahewa. Bangunan RA Muslimat NU Lahewa berukuran 30 meter persegi, dengan atap terbuat dari seng plat, dan plafon dari plastik.
RA yang berdiri pada 1996 dibawah perizinan Lembaga Maarif NU, tahun ini memiliki 47 siswa. Adapun tenaga pendidik berjumlah 4 orang, dan satu kepala sekolah.
RA Muslimat NU Lahewa dibangun dengan iuran dari masyarakat NU. Demikian pula untuk honor para pengajarnya. Para guru yang mengajar di RA tersebut kesulitan mengajukan tunjangan dan gaji kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama. Karena para pendidik adalah tenaga relawan yang hanya berijazah SMK. Sementara peraturan terbaru menganjurkan pengajuan tunjangan untuk tenaga pendidik harus dengan mengantongi ijazah sarjana. Akibatnya sepanjang dan mulai 2016 lalu para guru tidak menerima gaji sama sekali.
“Sejak 2016 sampai saat ini, para guru tidak bisa menerima insentif lagi dari pemerintah. Itu hasil pertemuan saya dengan Kepala Kementerian Agama Nias Utara beberapa waktu lalu,” tutur Ketua PCNU Nias Utara, Muhammad Yusuf Zebua, Selasa (28/3).
Yusuf mengatakan, selama ini anggaran untuk honor pengajar sebesar Rp350 ribu per orang per bulan. Mengacu harga beras yang mencapai Rp15 ribu per kilogram di Nias Utara. Angka tersebut sebenarnya sangat tidak sesuai dengan biaya kebutuhan hidup ideal.
“Kami sangat mengapresiasi para tenaga relawan yang bersedia mengajar di RA Muslimat NU Lahewa. Dengan imbalan tak seberapa dan sering telat, mereka tetap bersemangat mengabdikan diri menjadi pengajar di RA Muslimat NU Lahewa. Juga kepada para anggota Muslimat NU di Lahewa yang bersedia iuran untuk menggaji mereka,” ungkap Yusuf.
Akan tetapi, mengingat kebutuhan dan kesejahteraan para pengajar yang masih jauh dari layak, Yusuf mengajak warga NU secara umum untuk turut memperhatikan mereka.
“Apalagi kebanyakan warga di Lahewa bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional dengan rata-rata penghasilan Rp50 ribu per hari,” kata Yusuf.
Di Kabupaten Nias Utara, warga NU, juga umat Islam secara umum, termasuk minoritas. Karenanya Yusuf mengajak semua pihak untuk dapat membantu demi tegaknya NU di Lahewa.
”Dengan kebutuhan hidup yang besar semoga ada perhatian dari Nahdliyin di Indonesia untuk bisa membantu lahirnya cikal bakal generasi penerus NU di Nias Utara. Dukungan semua pihak bisa membuktikan bahwa NU itu tidak hanya ada di Nias Utara (yang jumlahnya kecil), tetapi ada di mana-mana. Dan bahwa NU di Nias Utara juga bisa berkembang,” ungkap Yusuf. (Kendi Setiawan/Abdullah Alawi)