Daerah

Rais Syuriyah Sleman Terangkan Jiwa Pahlawan Pesantren

NU Online  ·  Selasa, 17 Desember 2013 | 20:00 WIB

Sleman, NU Online
Rais Syuriah PCNU Sleman KH. Mas’ud Masduki mengatakan orang meninggal dan berjasa terhadap negara disebut pahlawan. Sementara orang meninggal dan berjasa kepada agama disebut dengan syuhada (mati syahid).
<>
“Bukan mustahil seorang pahlawan menyandang syuhada. Demikian pula sebaliknya, seorang syuhada menyandang pahlawan,” katanya di Krapyak, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (14/12).

Kiai Mas’ud kemudian menjelaskan kepahlawan dari kalangan pesantren. Menurut dia, Sumber dari jiwa kepahlawanan itu tentunya berasal dari kitabullah (Al-Quran).

Para kiai tidak memahami beberapa ayat secara parsial, melainkan secara utuh. Ayat-ayat Al-Qur’an dipahami dan dikorelasikan sehingga menemukan pemahaman yang utuh.

“Keutuhan dalam memahami kitabullah itulah yang kemudian menjadi dasar mereka dalam bersikap,” tegasnya.

Selain, bersumber dari Al-Quran, jiwa kepahlawanan kiai adalah sunnah. Di satu sisi memahami perintah untuk amar ma’ruf nahi munkar, di sisi lain, memahami perintah untuk menghormati tamu, tetangga, dan hak-hak orang lain.

Bagi Kiai Mas’ud, keutuhan pemahaman akan ajaran Islam itulah yang kemudian menjadi sumber jiwa kepahlawanan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Rais Akbar NU, KH. Hasyim Asy’ari.

“Dengan keutuhan pemahamannya, beliau sangat menekankan agar umat Islam ini selalu bersatu, tidak mudah terpecah belah dan berjuang dengan penuh ketulusan dan keikhlasan,” katanya.

KH. Hasyim Asy’ari, kata dia, mengarahkan agar nilai-nilai perjuangan itu selalu diperjuangkan dengan tekad  kebersamaan, ketulusan, keikhlasan dan pengabdian.

Artinya, baik itu dalam konteks negara-kebangsaan maupun agama-keumatan, harus dijalankan dengan tulus ikhlas dan semangat pengabdian. Bukan untuk mencari gelar “pahlawan”,” pungkasnya. (Muyassaroh-Aris/Abdullah Alawi)