Daerah

Rebo Wekasan, Hari “Sial” Akhir Safar?

Ahad, 20 November 2016 | 21:30 WIB

Surabaya, NU Online
Masyarakat muslim di Tanah Air masih dihinggapi sejumlah kepercayaan warisan ajaran agama terdahulu. Termasuk adanya Rabu sial yang dikenal sebagai Rabu Wekasan. Pada saat itulah sejumlah masyarakat berkeyakinan diturunkannya sejumlah bencana.

"Rabu wekasan atau yang dalam bahasa Jawa dikenal sebagai rebo wekasan adalah tradisi yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar," kata Ustadz Ma'ruf Khozin, Sabtu (19/11) petang. Sejumlah ritual dilakukan guna memohon perlindungan dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura, lanjutnya.

Terhadap kepercyaan adanya waktu sial, salah seorang anggota Dewan Pakar PW Aswaja NU Center Jatim tersebut mengingatkan agar jangan percaya. "Sial atau tidaknya seseorang sangat bergantung kepada keyakinan yang bersangkutan," katanya pada kegiatan Kajian Islam Ahlussunnah Waljamaah atau Kiswah di mushalla PWNU Jatim.

"Karena orang yang merasa sial, maka kesialan yang dikhawatirkan akan terjadi," kata alumnus Pesantren Ploso Kediri tersebut. Demikian pula mereka yang meyakini tidak akan ada yang memberikan bahaya dan manfaat kecuali Allah SWT, maka segala hal tidak akan memberikan pengaruh, rincinya.

Ustadz Ma'ruf, sapaan akrabnya, tidak menampik kalau ada hadits yang digunakan sebagai pembenar ibadah khusus di rabu wekasan tersebut. "Tapi hadits tersebut dhaif," katanya. Kendati demikian, berbagai ibadah dapat dilakukan, akan tetapi bukan semata karena rabu wekasan tersebut, jelasnya.

Sejumlah ulama, termasuk Hadrarussyaikh KHM Hasyim Asy'ari melarang ibadah seperti shalat khusus yang diperuntukkan karena Rabu naas tersebut. "Karenanya sejumlah kiai mengisi malam itu dengan shalat hajat, bukan shalat khusus rabu wekasan," tandasnya.

Di akhir paparannya, Ustadz Ma'ruf menyatakan boleh saja orang menyebut waktu itu sebagai Rabu sial dengan tujuan mendidik supaya bertaubat kepada Allah SWT. Hal itu dapat dilakukan agar tidak ditimpa adzab atau bencana seperti kaum terdahulu. "Kegiatan yang disarankan adalah dengan memanjatkan doa tolak balak, sedekah, membaca al-Qur'am dan ibadah lain termasuk pasrah dan percaya kepada Allah SWT," pungkasnya. (Ibnu Nawawi/Abdullah Alawi)