Daerah

Santri Asal Papua Ini Kumandangkan Adzan Lima Waktu di Pesantrennya Gus Mus

Rab, 21 Agustus 2019 | 16:00 WIB

Santri Asal Papua Ini Kumandangkan Adzan Lima Waktu di Pesantrennya Gus Mus

Ajam Paus Paus (dua dari kanan)

Rembang, NU Online
Dua santri asal Sorong Papua Barat ini mengaku sangat senang dan betah mondok di Pesantren Raudlatut Tholibien yang terletak di Kelurahan Leteh Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus).
 
Keduanya bernama Irwan Thofir (14) dan Ajam Paus Paus (15). Selain nyantri, mereka juga bersekolah di MTs Madrasah Mualimin Muslimat (M3R). Ajam kelas 8 MTs, sedangkan Irwan duduk dibangku kelas 7.
 
Di sekolah yang kental dengan ajaran aslussunnah waljamaah Irwan dan Ajam juga diterima dengan baik. Kepada NU Online Ajam Paus Paus bercerita, sangat betah dengan suasana kekeluargaan antara santri satu dengan santri yang lain tanpa ada perbedaan latar belakang, suku, bahasa, maupun golongan.
 
Ia mengaku sudah mengenal satu persatu kiai yang ada di Pondok pesantrennya. Seperti KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus) Almagfurlah KH Cholil Bisri (Kakak kandung Gus Mus), KH Syarofudin Qaumas, KH Yahya Cholil Staquf, dan kiai-kiai yang lain.
 
“Saya sering ikut shalat berjamaah bersama Mbah Mus panggilan akrab Gus Mus. Kalau pas malam Jumat saya ziarah ke makam Mbah Cholil Bisri dengan temen-temen. Saya sudah pernah sowan satu persatu kepada Mbah Syarof, Mbah Yahya, dan Mbah Mus,” tutur ABG berdarah Maluku dan Papua itu.
 
Kata Ajam, suasana di pesantren nyaman. Ia tinggal di sebuah kamar berukuran 6 X 6 meter yang ditempati dengan 4 santri yang lain. Di dalam kamarnya berjajar rapi puluhan kitab. Bahkan saat ditanya, siapa nama, dan berapa usia teman-temannya, dengan sangat cekatan Ajam menjawab satu persatu.
 
Ia menambahkan, jika para kiai di pondoknya memberikan pengajaran dengan menggunakan Bahasa Jawa yang dipadu dengan Bahasa Indonesia. Sehingga ia mudah memahaminya.
 
Kepala Pondok Pesantren Raudhatut Tholibien Leteh Rembang KH M Hanies Cholil Barro' (Gus Hanies) mengaku, tidak ada perbedaan perlakuan antara santri satu dengan yang lain. 
 
Agar lebih maksimal dalam penyerapan ilmu, pihak pesantren menugaskan santri senior untuk melakukan pendampingan kepada kedua santri luar Jawa itu, dalam hal penguasaan bahasa Jawa. 
 
Karena seluruh materi ilmu agama islam yang disampaikan menggunakan Bahasa Jawa. Agar lebih mudah menerima materi yang disampaikan.
 
"Ada perhatian khusus, karena santri dari jauh akan berikan semacam pendamping khusus, mendampingi dua anak ini terlebih soal penguasaan Bahasa Jawa. Karena ilmu yang diajarkan di pesantren Bahasa Jawa. Akselerasi lebih menguasai Bahasa Jawa," kata Gus Hanies.
 
Meski baru satu bulan berada di lingkup Pondok, kata Gus Hanies, keduanya sudah bisa beradaptasi baik dalam bersosialisasi, maupun bahasa. Dia sudah dapat berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Jawa.

"Dia masuk pesantren itu awal Juli 2019, ini sudah lumayan bahasa jawanya, karena didampingi Kang Khoironi (Nama Santri yang bertugas melakukan pendampingan)," pungkas Gus Hanies.
 
Setiap waktu, Ajam rutin mengumandangkan adzan, dan pujian (shalawatan) sebelum shalat lima waktu dimulai. Meski baru mengaji, bisa dikatakan sangat fasih dalam melantunkan shalawatan dan membaca Al-Qur’an. Setiap jam makan, ia berbaur dengan santri yang lain makan dalam satu nampan. 
 
Kontributor: Ahmad Asmui
Editor: Muiz