Daerah HARI SANTRI 2019

Santri Unggul Dimulai dari Lingkungan Terkecil yakni Keluarga

Sel, 29 Oktober 2019 | 14:00 WIB

Santri Unggul Dimulai dari Lingkungan Terkecil yakni Keluarga

Jamaah lailatul ijtima yang diselenggarakan MWCNU Kecamatan Jetis, Mojokerto, Jatim. (Foto: NU Online/Intan Aulia)

Mojokerto, NU Online
Semangat Hari Santri 2019 terus digalakkan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Jetis, Mojokerto, Jawa Timur. Lailatul ijtima juga dijadikan sebagai rentetan kegiatan hari santri. Dengan demikian motto Santri Unggul Indonesia Makmur benar-benar ingin ditanamkan kepada nahdliyin di kawasan setempat baik secara harfiah maupun ruhaniah.
 
Nahdliyin atau warga NU Kecamatan Jetis selalu antusias dalam kegiatan rutin lailatul ijtima yang kali ini diselenggarakan Senin (29/10). Tidak kurang ribuan warga NU dan diikuti badan otonom yang ada di Kecamatan Jetis. 
 
Lailatul ijtima MWCNU Jetis memang selalu disoroti kepengurusan lain termasuk Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Mojokerto karena banyaknya jamaah tiap kegiatan rutin tersebut.
 
Momen ini juga dijadikan sebagai sarana sosialisasi program MWCNU tahun 2020 oleh Ketua NU setempat, H Khoirul Amin. 
 
"Tahun depan di Kecamatan Jetis, saya ingin membentuk Kampung NU sebagai representasi jamiyah di Mojokerto khususnya Jetis," katanya. 
 
Hal ini disambut positif oleh jajaran Muspika Kecamatan Jetis yang selalu rutin menghadiri kegiatan lailatul ijtima.
 
Hari Santri 2019 dimaknai sebagai barometer kebangkitan Nahdliyin sesuai dengan motto Santri Unggul Indonesia Makmur.
 
“Untuk membentuk santri yang unggul harus dimulai sedini mungkin dan dalam lingkup yang terkecil semisal keluarga. Jika ini sudah diterapkan, maka tidaklah sulit untuk membentuk Kampung NU,” jelas H Khoirul Amin. 
 
Kegiatan ditutup dengan mauidhah yang disampaikan KH Falaqul Alam. Dalam pesannya, Nahdliyin diingatkan empat poin yang menyebabkan matinya hati. 
 
“Pertama, harus tahu mana yang halal dan yang haram khususnya yang kita konsumsi,” pesannya di hadapan ribuan warga yang hadir. 
 
Kedua adalah berteman dengan orang yang buruk perilakunya. Ketiga, sering melamun atau berangan-angan. 
 
“Dan keempat, tidak pernah merasa bersalah ketika melakukan kesalahan maupun dosa,” tandasnya.
 
Dengan mengetahui empat penyakit yang berujung mematikan hati tersebut, dirinya mengajak jamaah untuk ekstra waspada. Apalagi telah memasuki zaman yang penuh tantangan. Kehati-hatian menjadi kunci agar bisa selamat.
 
 
Kontributor: Intan Aulia
Editor: Ibnu Nawawi