Daerah

Suluk Maleman; Peradaban Mabuk

Ahad, 16 April 2017 | 15:47 WIB

Pati, NU Online
Gundul-gundul pacul-cul gembelengan, nyunggi-nyunggi wakul-kul gembelengan wakul glempang segone dadi sak latar. Tembang Gundul-gundul Pacul ditembangkan oleh Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa CakNun saat datang ke Suluk Maleman yang bertemakan Mampir Mabuk, Sabtu (15/4) hingga Ahad (16/4) pagi . 

Bukan tanpa alasan, Cak Nun menilai ada kesamaan hal yang terjadi antara tembang Gundul-gundul Pacul itu dengan tema yang dibawakan Suluk Maleman edisi ke-64 itu. Baginya para penguasa ibarat bocah gundul yang tengah nyunggi (membawa di kepala, Red) wakul itu.

Jika sang penguasa gembelengan atau diartikan mabuk baik secara tekstual maupun kontekstual maka yang terjadi juga akan sama. Wakulnya glempang. Padahal wakul yang berisi nasi itu bisa diartikan kesejahteraan maupun amanah dari rakyat.

“Padahal sekarang yang terjadi ini wakulnya glempang. Kedaulatannya glempang, akal pikiran bangsa ini glempang, termasuk budaya politik juga telah glempang,” ujar lelaki pimpinan Kiai Kanjeng itu.

Cak Nun pun menegaskan agar setiap individu dapat segera mencarikan solusi dan bukannya menambah masalah. Bahkan dalam mengambil penyelesaian masalah itupun juga harus hati-hati agar tidak menimbulkan permasalahan baru.

“Kita bisa belajar dari tembang e dayohe teko. Di situ diceritakan cara menangani masalah dengan cara yang kurang tepat dan justru menimbulkan masalah demi masalah baru. Seperti saat menambal tikar dengan jadah yang sudah busuk. Tentu itu akan membuat dayoh atau tamu menjadi tidak nyaman bahkan bisa saja marah,” ujar Cak Nun.

Meski begitu Cak Nun tetap mengisyaratkan agar umat Muslim tak perlu khawatir. Karena Allah telah menjamin dalam surat Alam Nasyrah bahwa dalam setiap kesulitan selalu disertakan kemudahan.

“Bahkan bukan sesudahnya namun berbarengan dengan kesulitan itu sendiri. Itu sudah jelas disebutkan,” ujarnya yang kemudian dilanjutkan dengan mengajak para hadirin membaca surat tersebut.

Sementara Anis Sholeh Ba’asyin menambahkan, dalam menghadapi zaman seperti saat ini agar masyarakat jangan mau dijadikan jangkrik aduan. Karena dalam fenomena jangkrik aduan itu jelas bahwa jangkriknya harus berkelahi mempertaruhkan hidup dan matinya sedangkan pengadunya tertawa cengingisan saat menggelitik jangkrik aduannya itu.

“Begitulah kalau mau menghancurkan Indonesia tinggal mengadu domba orang Islam dengan orang Islam dan sekarang itu tengah dilakukan,” tambahnya.

Penggagas Suluk Maleman tersebut juga menambahkan bahwa dalam era peradaban mabuk ini yang justru perlu diwaspadai adalah orang-orang yang sengaja yang memabukkan diri. Seperti halnya kecenderungan manusia untuk menjadi Tuhan.

“Banyak yang justru mudah melihat ketidak sempurnaan orang lain sedangkan ketidaksempurnaan diri sendiri tidak terlihat. Padahal tidak ada orang yang benar-benar sempurna,” ujarnya.

Kedatangan Cak Nun sebagai salah satu ulama sepuh di Indonesia ini rupanya mampu menarik perhatian ribuan warga masyarakat Pati dan sekitarnya. Bahkan mereka tetap khusyuk menikmati diskusi dan ngaji budaya yang digelar di rumah Adab Indonesia Mulia hingga Ahad sekitar pukul 03.30.

Apalagi dalam diskusi kali ini tak hanya menghadirkan Cak Nun namun juga Presiden Jancukers Sujiwo Tedjo dan Dr Ilyas sebagai narasumbernya. Presiden Jancukers itu juga sempat membawakan sejumlah lagu bersama Sampak GusUran yang tentu kian menghangatkan suasana. Red: Mukafi Niam