Daerah

Syekh Tholhah Cirebon Tokoh Tarekat yang Dekat dengan Rakyat

NU Online  ·  Senin, 31 Juli 2017 | 18:02 WIB

Cirebon, NU Online
Pada asalnya, thoriqoh atau tarekat lahir untuk membela rakyat. Tarekat juga muncul sebagai perlawanan terhadap kehidupan umat yang semakin berorientasi keduniaan. Demikian dikatakan salah seorang pembicara dalam "Halaqoh Thoriqoh dan Kepemimpinan Bangsa: Syekh Tholhah, Manunggaling Mursyid lan Rayat", Sutejo Ibnu Pakar, di Aula Masjid Syekh Tholhah Kalisapu, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon,  Ahad (30/7).

Tarekat dan tasawuf seringkali dianggap sebagai biang keladi kemunduran umat Islam. Padahal menurut Kang Tejo, tarekat justru menjadi energi untuk membebaskan rakyat dari belenggu penjajahan kolonial Barat. Tarekat menjadi sebuah gerakan yang membela kepentingan rakyat kecil.

"Saya melihat Syekh Tholhah ini sebagai salah satu orang tarekat, mursyid yang selalu berada di samping masyarakatnya," katanya.

Syekh Tholhah merupakan salah satu tokoh sentral yang menjadi perintis ajaran tarekat di Indonesia, utamanya tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. Syekh Tholhah merupakan murid Syekh Ahmad Khatib Sambas ketika berada di Mekah bersama murid lainnya yakni Syekh Abdul Karim Al-Bantani dan Kiai Ahmad Hasbullah.

Syekh Abdul Karim Al-Bantani sempat beberapa tahun kembali ke Banten sebelum kembali lagi ke Mekah dan menggantikan posisi Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sementara dari garis Kiai Ahmad Hasbullah muncul nama Kiai Hasyim Asy'ari, pendiri Pesantren Tebu Ireng, Jombang. Kiai Hasyim bersama tokoh lain kemudian mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926.

Adapun Syekh Tholhah mengajarkan tarekat di Cirebon dan sekitarnya. Beliau diketahui memiliki beberapa murid yang mempunyai nama besar seperti Syekh Abdul Mu'in, pendiri Pesantren Ciasem, Subang, Pangeran Sulendraningrat di Cirebon dan Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.

Filolog Cirebon, Achmad Opan Safari mengatakan bahwa Syekh Tholhah diperkirakan lahir sekitar tahun 1878, beberapa tahun setelah Pangeran Suryanegara wafat. Pangeran Suryanegara sendiri merupakan salah satu tokoh kunci dalam pemberontakan rakyat Cirebon terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang berpuncak pada peristiwa heroik Perang Kedongdong tahun 1818.

Syekh Tholhah lahir pada masa di mana tarekat menjadi ajaran yang paling ditakuti Pemerintah Kolonial. Setiap orang yang diketahui mengikuti ajaran tarekat diidentifikasi sebagai pemberontak dan akhirnya ditangkap.

Meskipun terus diawasi pergerakannya oleh penjajah, tarekat malah berkembang menjadi ajaran yang banyak dianut masyarakat di Cirebon. Sebagai seorang peneliti naskah (filolog), Opan membeberkan bahwa sebagian besar naskah kuno Cirebon merupakan naskah tasawuf atau tarekat.

"Sekitar 80 persenan dari semua naskah di Cirebon berisi ajaran tasawuf dan tarekat," bebernya.

Tarekat sebagai gerakan sosial

Dalam diskusi yang digelar atas kerjasama Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Kabupaten Cirebon, Fakultas UAD IAIN Sykeh Nurjati Cirebon dan Yayasan Syekh Ali Tholhah Cirebon, itu juga mengemuka dua agenda penting terkait upaya membangkitkan kembali tarekat sebagai ajaran penting bagi umat Islam di Indonesia juga sebagai sebuah gerakan sosial.

Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozi, menghendaki agar tarekat di Cirebon bisa kembali mewarnai dunia Islam seperti yang terjadi pada masa lalu. Dia pun berharap agar semakin banyak daerah-daerah di Cirebon yang menjadi pusat ajaran, pengamalan dan gerakan tarekat.

"Saya setuju jika sudah saatnya tarekat semakin terbuka merangkul masyarakat. Sudah saatnya tidak lagi sembunyi-sembunyi. Kalau sekarang sudah jarang, kita giatkan lagi dan aktifkan JATMAN (Jammiyah Ahlith Thariqah Al-Mutabaroh An-Nahdliyah)," tegasnya.   

Ketua Lakpesdam PCNU Cirebon, Marzuki Rais sendiri berpandangan bahwa alangkah baiknya jika gerakan tarekat melawan penjajah menjadi teladan bagi generasi sekarang. Sejarah gerakan sosial tarekat bisa menjadi contoh baik untuk melakukan gerakan serupa bagi kemaslahatan umat Islam di Cirebon saat ini.

Untuk menjadi energi bagi gerakan sosial di zaman sekarang, menurut Opan, tarekat perlu mengubah cara berinteraksi dengan masyarakat. Hal itulah yang juga diamini oleh pembicara yang lain, Kang Tejo. Sudah saatnya tarekat merangkul lebih banyak orang dengan cara yang lebih terbuka.

"Wajar jika dulu orang menganut ajaran tarekat secara sembunyi-sembunyi. Itu kan dulu, nah sekarang kan Belanda sudah jauh, harusnya tarekat lebih bisa membuka diri. Tidak usah sembunyi-sembunyi lagi," kata Opan. (Abdul Rosyidi/Fathoni)