Daerah

Tahlilan Ibarat Wedang Jahe dari Sumur Al-Qur’an

Rab, 11 Juni 2014 | 14:01 WIB

Magetan, NU Online
Kiai Sholikhin menjelaskan, kenduri tahlilan yang biasa dilakukan masyarakat pada hakikatnya adalah dzikir kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran dzikir diperintahkkan melalui ayat “fadzkurullaha dzikron kasira”(perbanyaklah dzikir kepada Allah).
<>
Ia menambahkan, dalam tahlilan juga ada bacaan tasbih yang diperintahkan Al-Quran pada ayat “fasabihu bukrota waashila”. Juga shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta bacaan lain yang diperintahkan dalam Al Qur’an.

Meski demikian, Kiai Sholikhin menganjurkan agar warga masyarakat, khususnya orang NU juga harus menyadari imbauan secara langsung tentang tahlilan di dalam Al Qur’an tidak ada. ”Tidak ada ayat yang mengimbau secara langsung untuk tahlilan misal yaayuhaladzina amanu hallilu tahlillan, tidak ada,” tegasnya pada pengajian di halaman kator PCNU Magetan, Ahad (8/6).

Kemudian ia menukil perkataan kiai Mukhtar Syafa’at Blok Agung Banyuwangi yang mengumpamakan tahlilan dan Al Qur’an itu seperti wedang jahe dan air sumur.

“Kulo nante mireng dawuhe almaghfurlah kiai Mukhtar Syafa’at nyontoheke sing cocok antarane Al Qur’an karo tahlilan iku koyok banyu sumur karo wedang jahe. Wedang jahe itu tahlilan, Al Qur’an itu air sumur.”

Kiai asal Surabaya tersebut menjelaskan maksud perkataannya, “jika kamu hendak mencari wedang jahe di sumur maka tak akan ketemu sampai kapan pun, tapi sadarilah bahwa wedang jahe ini airnya berasal dari air sumur.”

Hal ini, tambah dia, sama ketika mencari perintah tahlilan di dalam Al Qur’an, maka tidak akan ketemu, namun harus diketahui bahwa isi bacaan tahlilan itu berasal dari perintah Al Qur’an. (ِAhmad Rosyidi/Abdullah Alawi)