Daerah TRADISI ZIARAH KUBUR JELANG RAMADHAN

Tak Cukup Bawa Kembang, Lebih Sreg ‘Tenteng’ Buku Tahlil

Sen, 25 September 2006 | 14:34 WIB

Tulungagung, NU Online
Ritual ziarah kubur menjelang datangnya bulan suci Ramadhan tetap saja dipertahankan warga di Tulungagung, Jawa Timur. Di berbagai pelosok kota marmer itu, beberapa hari terakhir, tempat-tempat pemakaman umum dijejali warga yang ingin melakukan ziarah kubur. Tradisi ritual jelang Ramadhan itu, Sabtu (23/9) seakan mencapai puncaknya.

Fenomena membanggakan terlihat di antara warga yang berziarah kubur menjelang Ramadhan. Yakni, warga tak lagi puas mendatangi makam leluhurnya hanya dengan membawa peralatan bersih-bersih makam plus sebungkus kembang untuk ditabur. Kini, para peziarah kian terbiasa nyekar ke makam sambil menenteng “buku saku” berisi surat Yasin dan amalan tahlil.

<>

“Dulu, kalau nyekar saya hanya membawa peralatan bersih-bersih sama sebungkus kembang. Tapi, setelah saya rajin mengikuti jamaah yasin, rasanya kurang mantap kalau ziarah makam tanpa membaca surah yasin dan bacaan tahlil,” ujar Sunoto (45) ditemui usai berziarah kubur di pemakaman umum, Desa Wajak Lor, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jatim, Sabtu (23/9).

Warga Tulungagung yang pulang kampung dari Surabaya hanya untuk nyekar menjelang Ramadhan itu mengaku lebih mantap berziarah kubur sambil berkirim hidiyah bacaan yasin dan tahlil kepada leluhurnya. Itu sebabnya, setiap nyekar, dirinya selalu tak melupakan membawa sebuah “buku saku” berisi bacaan surat Yasin dan tahlil. “Selain bersih-bersih makam, saya selalu membiasakan membacakan yasin dan tahlil untuk leluhur,” katanya mantap.

Pantauan NU Online, di sejumlah pemakaman umum, usai bersih-bersih makam, terlihat para peziarah langsung duduk tafakkur sambil bersila di atas tanah. Tak lama berselang, sebuah buku kecil berisi bacaan surah Yasin dan Tahlil dikeluarkan dari sakunya. Lalu, dibacanya buku kecil itu di bawah panasnya sengatan terik matahari.

“Saya memang membiasakan berziarah kubur makam sambil membacakan hidiyah (surat, red) Al-Fatihah, surat Yasin dan Tahlil,” kata Ali Rohmad (55) ditemui di pemakaman umum Kelurahan Kepatihan, Tulungagung. Lelaki itu mengaku terbiasa berziarah kubur dengan membaca surat Yasin dan Tahlil setelah setiap malam Jum’at aktif mengikuti jamaah yasin di kampungnya.

Di Kabupaten Tulungagung, untuk berziarah kubur menjelang Ramadhan, umumnya warga mendatangi makam leluhurnya sambil membawa bungkusan kembang. Usai bersih-bersih makam, kembang yang dibawanya itu lantas ditabur di atas nisan kubur leluhurnya sebelum pulang meninggalkan lokasi pemakaman.

Itu sebabnya, beberapa hari terakhir, di sejumlah lokasi tak jauh dari tempat pemakaman banyak dipadati penjual kembang musiman. Ini dilakukan untuk melayani peziarah yang membutuhkan kembang untuk keperluan nyekar. Di lokasi-lokasi yang sehari-hari biasa digunakan mangkal penjual kembang, beberapa hari menjelang Ramadhan juga tak lepas dari serbuan peziarah.

“Setiap musim ziarah mendekati puasa seperti ini, saya selalu berjualan kembang. Laris sekali, karena memang banyak orang yang membutuhkan untuk nyekar,” kata salah seorang wanita setengah baya yang berjualan kembang tak jauh dari pemakaman umum Krapyak, di Desa Serut, Kecamatan Boyolangu.

Membawa kembang saat ziarah makam menjelang Ramadlan memang sudah menjadi sebuah tradisi yang sulit dihilangkan. Namun, ketika kini banyak warga yang melakukan ziarah kubur sambil membaca yasin dan tahlil, ini barangkali merupakan satu hal yang menarik dicermati. Mungkin ini menjadi tantangan bagi jam’iyah Nahdlatul Ulama untuk memberikan kesadaran kepada warga masyarakat, terutama yang masih awam dalam menjalankan ajaran Islam. (Muhibuddin)