Daerah

Umat Islam Terbelakang Lantaran Meninggalkan Al-Qur’an

NU Online  ·  Rabu, 29 Mei 2019 | 03:00 WIB

Umat Islam Terbelakang Lantaran Meninggalkan Al-Qur’an

KH Ubaidillah Shodaqoh saat peringatan Nuzulul Qur'an di PPDA.

Semarang, NU Online
Hermeneutika merupakan istilah asing yang dibawa ke dalam Islam sebagai sarana untuk memperkaya keilmuan. Hal itu belum tentu bisa dijadikan acuan tafsir yang dapat diaplikasikan. Lafadz Al-Qur’an sebagai teks suci yang mengandung banyak rahasia, seperti lafal alhamdulillah, tidak bisa diganti dengan khamidallah atau lainnya.

Hal tersebut diungkapkan Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqoh saat menjawab pertanyaan salah satu santri Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah (PPDA) Kota Semarang, Jawa Tengah dalam Peringatan Nuzulul Quran, Selasa (28/5) malam.

Terhadap kalangan yang menanyakan peran filsafat modern, Kiai Ubaid (sapaan akrabnya) menjelaskan, pada tahun 1996 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menyebarkan ke para kader dan kiai tentang wacana tafsir untuk memperkaya khazanah keilmuan. 

Namun karena tulisan tersebut bercampur antara huruf teks Arab dengan latin, buku dimaksud banyak disingkirkan oleh para kiai saat itu. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Al-Qur’an sebagai sebuah kitab suci berbahasa Arab memiliki kekhasan dari sisi bahasa. 

"Sebab mukjizat Al-Qur’an bisa dipahami dari sisi apa saja," jelasnya.

Kalau kepentingan pendidikan menggunakan teori hermeneutika sebagai metode memaknai sebuah teks, maka perlu dikaji lebih lanjut pula tentang teori lain yang lebih relevan. 

Oleh sebab itu, dirinya menyaraankan kalau ingin mempelajari cara mengupas Al-Qur’an dari sisi bahasa bisa mempelajari dari tafsir yang sudah ada. “Seperti tafsir orang Mu'tazilah yang populer di kalangan nahdliyyin, yakni Tafsir Zamahsyari sebagai pembanding,” urainya. 

Tafsir lain yang disebutkannya adalah Ibnul Arabi, namun demikian diingatkan, banyak tasfir yang terkait permainan kata acap kali keluar dari konteks tertentu. Lebih lanjut ditegaskannya hal tersebut merupakan takwil, bukan tafsir. 

Mengkritisi merebaknya terjemah sebagai sebuah dasar berargumen, pengasuh Pesantren Al-Itqoon tersebut menegaskan, sebenarnya, terjemahan menurut adab Arab itu tidak ada dan haram. “Bahasa itu tidak bisa diterjemahkan tapi hanya dialih bahasakan,” ungkapnya. 

Selain itu, Kiai Ubaid juga menegaskan peran Al-Qur’an dalam menjawab pertanyaan manusia sebagaimana manusia mencari tahu tentang asal usulnya. “Darwin misalnya, mencoba menjawab teka-teki tentang asal muasal manusia dengan teori evolusi. Sementara Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa manusia berasal dari manusia pertama yang bernama Adam,” jelasnya.

Sementara, pengasuh PPDA, Kiai Agus Romadhon dalam sambutannya menyatakan bahwa peringatan Nuzulul Quran bukan sekadar untuk diperingati, akan tapi mengkaji tentang Al-Qur’an. Karena itulah dirinya mengingatkan mundurnya umat Islam karena meninggalkan Al-Qur’an. 

Kemunduran umat Islam, dalam pandangannya karena meninggalkan Al-Qur’an. “Umat Islam pascakolonialis menjadi terbelakang dari nasrani, dan yang kelompok lain,” tandasnya. (Rifqi Hidayat/Ibnu Nawawi)