Daerah TRADISI

Unik, Peringati Isra' Mi‘raj dengan Membaca Khatam Kitab Arjo

Kam, 5 Mei 2016 | 01:31 WIB

Unik, Peringati Isra' Mi‘raj dengan Membaca Khatam Kitab Arjo

Edisi e-book Kitab Arja

Temanggung, NU Online
Sebagaimana daerah-daerah lain, peringatan Isra’ dan Mi‘raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga berlangsung di Desa Wonoboyo, Temanggung, Jawa Tengah. Masyarakat setempat mengadakan acara tahunan tersebut secara sederhana. Namun, ada yang unik dari tradisi Isra’ dan Mi‘raj Muslim di sana.

Seperti yang tampak pada peringatan Isra’ dan Mi‘raj di Masjid Darussalam Wonoboyo, Rabu (4/5) malam. Meski hanya diikuti oleh masyarakat sedesa Wonoboyo, acara yang dimulai sekitar pukul 20.00 itu tampak begitu sakral dan khidmah. Usai pembukaan dan pembacaan tahlil singkat, acara dilanjutkan dengan pembacaan kitab Arja (baca: Arjo), kitab berbahasa Jawa tulisan Arab pegon karangan KH Ahmad Rifai al-Jawi yang membabarkan secara detil kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad.

Kitab tersebut dibacakan oleh dua orang kiai Desa Wonoboyo sendiri secara bergantian. Kiai Khosiun, salah seorang kiai lulusan pesantren Tremas Pacitan membacakan bagian pertama, tentang Isra’, dan Kiai Muhibudin, salah seorang kiai lulusan Pesantren Lirboyo Kediri membacakan bagian kedua tentang Mi'raj. Sementara para jamaah atau hadirin menyimak dan mendengarkan dengan seksama.

Kitab ini dikenal pula dengan nama yang lebih lengkap, yaitu "Arjaa Syafaat",  yang artinya saya berharap mendapatkan syafaat. Hanya secara lidah Jawa kitab ini lebih populer dengan sebutan kitab Arja atau Arjo.

Seperti halnya kitab dan buku pada umumnya yang membahas Isra’ dan Mi‘raj, dalam kitab Arja ini setelah menyatakan pujian kepada Allah dan shalawat atas Nabi Muhammad, pengarang memulainya dengan mengutip ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan sejarah Isra’ dan Mi‘raj, yaitu surat Al-Isra' ayat satu. Baru kemudian menguraikan secara sangat detail perjalanan Isra’ dan Mi‘raj semenjak Nabi Muhammad didatangi malaikat Jibril menyampaikan kabar dari Allah tentang adanya misi Isra’ dan Mi‘raj, naik Buraq hingga pulang kembali sampai Makkah.

Kedua kiai di atas nyaris dua jam baru dapat mengkhatamkan bacaannya. Padahal mereka berdua hanya membaca saja, tidak memberi tambahan penjelasan ataupun memperluas keterangan lebih lanjut. Hal itu karena kitab Arja lumayan tebal. Tebalnya sebanyak empat kuras,  setiap satu kuras berisi kurang lebih 20 halaman. Jadi kitab klasik ini memang belum memakai sistem penomeran perhalaman, melainkan masih memakai sistem kuras. Baru-baru ini kitab Arja dimaksud sudah ada dalam edisi elektronik (e-book).

Mungkin mempringati Isra’ dan Mi‘raj dengan cara pembacaan tekstual sejarahnya yang mirip dengan pembacaan manaqib tokoh sufi atau ulama seperti itu di satu sisi menjemukan. Namun sisi lain memang sesepuh Desa Wonoboyo dengan cara begitu hendak mencari berkah dari khatamnya membaca kitab Arja tersebut. Apalagi cara seperti itu telah menjadi tradisi yang diwariskan para leluhur kiai terdahulu secara turun-temurun. (M Haromain/Mahbib)