Daerah

Warga NU Ajukan Keberatan Izin Pabrik Semen ke Gubernur Jateng

NU Online  ·  Jumat, 20 Juni 2014 | 08:02 WIB

Jakarta, NU Online
Warga NU Kabupaten Rembang mengajukan keberatan atas izin pendirian PT Semen Indonesia (SI) di Kawasan Gunung Kendeng, Rembang, Jawa Tengah (Jateng). Keberatan itu mereka lakukan dengan langsung mendatangi kantor Gubernur Jateng.
<>
“Hari ini jum'at 20 juni 2014 perwakilan warga rembang yg saat ini sedang berjuang menolak pendirian pabrik semen akan melayangkan secara langsung SURAT KEBERATAN atas penerbitan izin lingkungan ke gubernur jateng,” kata salah seorang warga, Ming Ming Lukiarti melalui telpon seluler, Jumat (20/6).

Menurut Ming Ming, saat ini warga masih dalam perjalanan menuju kantor Gubernur Jawa Tengah untuk menyampaikan surat keberatan itu.

Sebelumnya, pada Senin (16/6/14), menurut siaran pers Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, ratusan warga Rembang melakukan aksi keprihatinan untuk menuntut penghentian rencana pembangunan pabrik semen. Dalam aksi tersebut, polisi dan tentara bertindak brutal dengan memukuli ibu-ibu dan para petani. Para polisi dan tentara berada di lokasi untuk mengawal peletakan batu pertama pendirian pabrik semen.

Siaran pers itu juga menyampaikan, polisi menyingkirkan peserta aksi dengan melempar beberapa perempuan ke semak-semak. Dua orang perempuan pingsan. Polisi juga melakukan sweeping terhadap wartawan dan menangkap beberapa orang tim dokumentasi aksi. Polisi juga mengobrak-abrik tenda yang didirikan warga.

Atas tindakan aparat tersebut, sejumlah elemen kaum muda Nahdlatul Ulama mengecam aksi kekerasan aparat kepolisian dan tentara terhadap warga Nahdliyin di Kabupaten Rembang. Tindakan brutal terhadap ibu-ibu dan para petani di sekitar Gunung Kendeng itu berlangsung pada Senin, 16 Juni 2014.

“Tindakan aparat itu sudah brutal, tidak pro-rakyat, tidak pro-petani dan anti-Pancasila. Pelaku kekerasan harus diusut tuntas,” ujar Amsar A Dulmanan, Koordinator Nasional Forum Komunikasi Generasi Muda NU (FKGMNU), salah satu elemen muda NU dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (17/6).

Kritik tajam juga disampaikan Forum Alumni PMII Universitas Indonesia (Forluni ). Forluni menilai tindakan aparat keamanan itu benar-benar menyakiti hati kaum Nahdliyin yang bakal kehilangan mata pencaharian mereka. “Warga Nahdliyin selalu dijadikan objek pembangunan, bukan subjek pembangunan. Mereka sudah miskin, tapi akan dipermiskin lagi,” kecam Alfanny, Ketua Forluni.

Alasan Penolakan
Terkait keberatan warga atas pendirian pabrik terssebut, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam mengemukakan bukti-bukti lapangan mutakhir seperti ditemukannya ratusan mata air, gua, dan sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit yang bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding gua, semakin menguatkan keyakinan bahwa kawasan karst Watuputih harus dilindungi.

Proses produksi semen berpotensi merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan juga warga Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air dari gunung Watuputih.

Kebutuhan lahan yang sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen akan berdampak pada hilangnya lahan pertanian, sehingga petani dan buruh tani akan kehilangan lapangan pekerjaan. Selain itu, hal ini juga akan menurunkan produktivitas sektor pertanian pada wilayah sekitar, karena dampak buruk yang akan timbul, misalnya, matinya sumber mata air, polusi debu, dan terganggunya keseimbangan ekosistem alamiah. Pada ujungnya, semua hal ini akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional.

Ketidaktransparanan dan ketidakadilan yang terjadi di lapangan saat ini telah mengakibatkan terjadinya perampasan hak rakyat atas informasi terkait rencana pembangunan pabrik semen. Ketidaktransparanan dan ketidakadilan ini muncul dalam proses penyusunan Amdal, kebohongan publik dengan menggeneralisir bahwa seluruh masyarakat setuju dengan pembangunan pabrik semen, dan tidak adanya partisipasi masyarakat yang menolak rencana pembangunan ini.

Penggunaan daerah ini sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air dan Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.

Adanya indikasi gratifikasi dalam proses keluarnya izin yang begitu mudah meskipun ada pelanggaran yang nyata. Serta melanggar prinsip kaidah fikih "dar'ul mafasid muqoddamun 'ala jalbil mashalih", bahwa kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik semen lebih besar daripada kemanfaatannya. (Abdullah Alawi)