Daerah

Warga NU Harus Selektif Pilih Pesantren dan Sekolah bagi Anaknya

Sab, 11 Januari 2020 | 10:00 WIB

Warga NU Harus Selektif Pilih Pesantren dan Sekolah bagi Anaknya

Wakil Rais Syuriyah PCNU Kota Metro KH Jamal Idrus (Foto: NU Online/ Faizin)

Pringsewu, NU Online
Warga Nahdlatul Ulama (NU) diingatkan untuk selektif dalam memilih pendidikan bagi putra-putrinya, baik itu di lembaga formal maupun pondok pesantren. Pasalnya saat ini banyak pesantren yang tidak bernafaskan NU. Banyak yang karena hanya memiliki modal besar, membangun pesantren dengan paham keagamaan yang tidak selaras dengan Ahlussunah wal Jamaah.
 
"Kalau dulu pesantren identik dengan NU. Tapi saat ini banyak pesantren dengan bangunan megah tapi mengajarkan agama yang tak selaras dengan Ahlussunah wal Jamaah An-Nahdliyah," kata Wakil Rais Syuriyah NU Kota Metro, Lampung KH Jamal Idrus Assyafii di depan warga NU Kabupaten Pringsewu, Lampung, Sabtu (11/1).
 
Jadi menurut Kiai Jamal, warga NU tidak boleh tergiur oleh bangunan fisik dari pesantren saja saat menempatkan anaknya di pesantren. Tapi lebih dari itu, warga NU harus selektif melihat paham keagamaan, harakah, dan kurikulum yang diajarkan dalam sebuah pesantren.
 
Fenomena semakin tumbuh suburnya paham keagamaan di era saat ini lanjutnya, membuat masyarakat kurang kritis dan selektif serta sering mengalami kebingungan dalam mencari sumber ilmu agama. Umat Islam khususnya warga NU harus mampu membedakan mana yang benar-benar ulama menyejukkan dan mana yang hanya pintar bermain kata.
 
"Saat ini kita harus bisa membedakan mana penceramah dan mana ulama. Kalau penceramah tidak perlu paham agama secara mendalam. Cukup hafal sedikit dalil tapi pintar bersilat lidah," jelasnya pada acara pelantikan pengurus NU dan Muslimat Kecamatan Pagelaran di Masjid Besar Al Ishlah.
 
Ulamalah, khususnya ulama NU, yang saat ini harus dijadikan rujukan dalam belajar agama. Karena selain terbukti mampu memberikan kesejukan dan kedamaian, para ulama NU juga memiliki silsilah keilmuan yang jelas dan tersambung sampai dengan Rasulullah SAW.
 
Dalam mengajarkan pemahaman agama, para ulama NU tidak dengan gampangnya mengeluarkan dalil hadits atau ayat Al-Qur'an. Yang terpenting dari dalil itu adalah cara menyampaikannya. Para ulama NU senantiasa melihat situasi dan kondisi serta mengedepankan kemaslahatan dalam mengajarkan agama.
 
"Seperti orang yang mabuk tidak perlu diberi dalil hadits atau ayat Al-Qur'an karena bisa dipastikan tak akan bermanfaat. Akan lebih mengena menggunakan cara lain yang lebih bijaksana walau tidak menggunakan ayat," katanya.
 
Inilah cara-cara hikmah yang telah diajarkan para ulama dan Wali Songo dalam berdakwah sehingga mampu membawa penduduk di tanah air menjadi Muslim. Hal ini yang mulai jarang diingat dan dilakukan oleh para pendakwah saat ini. Fenomena saat ini banyak pendakwah dan masyarakat tertipu dengan identitas fisik yang terlihat religius, namun beragama dengan nafsu dan cenderung tekstual.
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin