Daerah

Zakat Pemberdayaan, Lebih Mengena

NU Online  ·  Ahad, 26 Mei 2019 | 07:15 WIB

Jember, NU Online
Pembagian zakat mestinya tidak melulu mengejar pemerataan yang mengacu pada 8 ashnaf (golongan). Namun perlu dipikirkan pembagian zakat untuk pemberdayaan meski tidak merata. Sebab dengan begitu, pembagian zakat mendorong seorang penerima zakat (mustahiq) untuk berubah status menjadi pemberi zakat (muzakki).

Demikian diungkapkan Ketua PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin saat menjadi nara sumber dalam acara DIAGRA (dialog agama via udara) di masjid jamik Al-Baitul Amin, Jember  Jawa Timur, Sabtu (25/5).

Menurutnya, memang dalam pandangan ulama syafi’iyah, pembagian zakat itu harus memenuhi unsur pemerataan. Yaitu 8 kelompok penerima zakat, harus dapat semua kendati sedikit. Namun menurut ulama Hanafiyah, perlu ada pembagian zakat untuk pemberdyaan. Pemberdayaan itu memungkinkan zakat diberikan pada pihak  tertentu dengan nominal lebh banyak.

“Misalnya ada dana zakat sebesar Rp. 10 juta. Jika uang itu diberikan pada mustahiq untuk pemerataan, maka seumpama penerima zakat ada 50 orang, hanya dapat Rp. 200 ribu saja perorang, dan itu cepat habis karena hanya bisa untuk konsumsi. Tapi jika diberikan kepada seseorang (mustahiq) yang mau berusaha penggemukan kambing misalnya, ada 4 orang, maka perorang dapat Rp. 2.500,- Saya kira itu lebih mengena. Dalam jangka satu tahun kambing sudah beranak pinak, sehingga akhirnya dia jadi muzakki,” urainya.

Gus Aab, sapaan akrabnya, mengaku yakin jika dana zakat dikelola secara sungguh-sungguh dan diikuti dengan kesadaran seluruh muzakki untuk membayar kewajibannya tanpa diminta, maka perolehan dana zakat cukup bejibun, dan manfaatnya sungguh dahsyat. Sebab, jumlah Muslim di tanah air adalah mayoritas, dan dari merekalah dana zakat dikumpulkan.

“Tapi sampai saat ini, itu masih baru dalam harapan kita,” jelasnya. (Aryudi AR).