Hikmah

Cerdasnya Abu Yazid al-Busthami saat Masih Kanak-kanak

Sel, 14 Februari 2017 | 05:30 WIB

Cerdasnya Abu Yazid al-Busthami saat Masih Kanak-kanak

Ilustrasi (© pinterest)

Ada yang istimewa kala kita menengok cerita masa kecil sufi agung Abu Yazid al-Busthami (wafat 874 M). Ia yang masih kanak-kanak suatu kali bertanya kepada sang ayah tentang surat al-Muzammil yang dibacanya. Bocah bernama Tayfur bin Isa bin Syurusan ini menyinggung ayat-ayat awal yang secara eksplisit mengandung sapaan “hai orang yang berselimut” dilanjutkan dengan perintah untuk shalat malam.

“Siapakah yang Allah perintah untuk sembahyang malam?” tanya Tayfur.

“Wahai anakku, itu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Dengan lugu, si bocah kecil itu bertanya, “Kenapa Ayah tidak shalat malam sebagaimana Nabi Muhammad?”

“Perintah itu merupakan cara Allah memuliakan Nabi Muhammad,” jawab sang ayah.

Abu Yazid kecil meneruskan membaca surat tersebut. Hingga sampai pada kalimat wa thâifatum minal ladzîna ma‘aka (dan orang-orang yang bersamamu) yang tercantum dalam ayat terakhir, ia bertanya kembali. “Siapa ‘orang-orang’ yang bersama Nabi itu?”

“Para sahabat Nabi Muhammad.” Ayat itu menunjukkan bahwa selain Rasulullah, shalat malam juga dilakukan para sahabat beliau.

Pertanyaan penasaran pun kembali meluncur, “Kenapa Ayah tak shalat malam sebagaimana mereka lakukan?”

“Allah memberi kekuatan kepada mereka untuk menunaikan ibadah itu,” sahut sang ayah.

“Wahai ayahku, tak ada kebaikan selain meneladani Nabi Muhammad dan para sahabatnya,” kata Tayfur.

Setelah mendengar “nasihat” dari anaknya itu, ia lantas menunaikan shalat malam.

“Wahai ayah, ajarkan aku shalat malam,” pinta Tayfur.

“Anakku, kamu masih kecil!” kata sang ayah yang tak ingin anaknya repot-repot begadang tengah malam.

Bukannya surut, Abu Yazid kecil malah menunjukkan tanda-tanda kecerdasannya. “Baiklah, jika kelak Allah mengumpulkan makhluk-makhluknya di hari kiamat lalu memerintahkan para ahli surga untuk masuk surga, aku akan katakan bahwa aku pernah hendak shalat malam tapi ayahku melarangnya.”

“Baiklah, berdiri dan shalat malamlah!”

Demikian diceritakan dalam kitab Kifâyatul Atqiyâ’ wa Minhâjul Ashfiyâ’ karya Sayyid Bakri al-Makki. Abu Yazid al-Busthami beberapa puluh tahun kemudian menjadi orang yang sangat zahid dan dihormati banyak ulama di zamannya. Ia mendapat julukan sebagai sulthânul 'ârifîn yang berarti rajanya orang-orang yang 'ârif. Wallâhu a‘lam bish shawâb. (Mahbib)

(Baca juga: Ketika Abu Yazid al-Busthami Tak Merasakan Manisnya Ibadah)