Beijing, NU Online
Di antara deru kendaraan bermotor yang lalu-lalang di Jalan Raya Dongzhimen Wai, Beijing, Republik Rakyat China (RRC), lamat-lamat terdengar gema kumandang takbir.
Lantunan kalimat takbir dan tahmid merupakan hal yang sangat langka di Ibu Kota China, negara berpenduduk terbesar di dunia yang secara resmi pemerintahannya menganut ateisme.
Suasana pada Senin pagi (26/6) itu sangat berbeda di dalam kompleks Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing.
Beberapa warga negara Indonesia yang pagi itu hendak memasuki areal kompleks KBRI harus siap diperiksa petugas keamanan berseragam hijau, antara lain juga meminta Warga Negara Indonesia (WNI) menunjukkan kartu identitas sebelum memasuki gedung yang pagarnya berlapis.
Personel terlatih yang disiagakan oleh Pemerintah China itu sebagai prosedur standar untuk mengamankan kantor-kantor perwakilan negara sahabat berikut objek vital.
Setelah dinyatakan tidak bermasalah (clear), petugas pos penjagaan dari pihak KBRI membukakan pintu otomatis di pagar lapis kedua.
Di lapis kedua, terlihat beberapa orang berbadan tegap tanpa seragam mengawasi secara seksama gerak-gerik setiap orang, baik yang hendak memasuki KBRI maupun hanya lalu-lalang di depannya.
Di pelataran Wisma Duta yang berada di bagian belakang bangunan utama KBRI Beijing berkumandang takbir dan tahmid dari sejumlah anak muda hingga tertangkap telinga orang-orang yang lalu-lalang di jalan raya, terutama yang melintas di depan Kedutaan Afghanistan dan Kedutaan Myanmar.
Meskipun imam shalat Idul Fitri baru memulai takbiratul ihram pada pukul 09.00 waktu setempat (08.00 WIB), petugas keamanan yang khusus dikerahkan oleh pemerintah setempat itu sudah bersiaga sejak pagi buta.
Tidak hanya di KBRI, pengamanan serupa juga diperlihatkan di masjid-masjid di seluruh penjuru Tiongkok yang jumlahnya diperkirakan mencapai 23.000.
Di Shanghai polisi dibantu aparat keamanan lainnya berjaga-jaga di seputaran Masjid Huxi yang dipadati ratusan Muslim untuk menjalankan ritual sunnah yg sangat disarankan (sunnah muakkadah) pada 1 Syawal tahun Hijiriyah itu.
Bahkan, mereka turut mengamankan jalan yang dilalui komunitas Muslim setempat menuju masjid yang berlokasi di Jalan Changde, Lane 3, Distrik Putuo, Shanghai.
Harian Global Times edisi Senin (26/6) melaporkan bahwa separuh jalan di seputaran Masjid Huxi ditutup.
Antusiasme umat Islam untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri di China tidak sebanding dengan daya tampung masjid yang dibangun di lahan seluas 1.667 meter persegi pada 1921 itu.
Sebagian jemaah terpaksa menggelar alas atau sajadah di jalan raya seputar masjid agar bisa menunaikan shalat sunnah dua rakaat tersebut.
Di Beijing umat Islam tumpah-ruah di Masjid Niujie. Masjid yang berada di Distrik Xicheng yang menjadi salah satu tetenger Islam di China tersebut didirikan oleh beberapa ulama dari Arab pada 966 Masehi.
Aktivitas di masjid beraristitektur China klasik yang dikunjungi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pada medio Mei 2017 itu juga tidak luput dari perhatian petugas keamanan.
Pengamanan di masjid-masjid itu tidak lain adalah untuk memastikan bahwa aktivitas peribadatan umat Islam berjalan lancar tanpa ada gangguan yang berarti.
Meskipun umat Islam di China hanya 20 juta jiwa berbanding jumlah populasi yang mencapai 1,3 miliar jiwa, pemerintah setempat tamoak sangat menjamin aktivitas peribadatan berjalan lancar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demikian laporan Kantor Berita Xinhua.
China Islamic Association (CIA) menetapkan 1 Syawal 1438 Hijriah jatuh pada tanggal 26 Juni 2017 atau lebih lambat sehari dibandingkan beberapa negara lain, termasuk Indonesia.
Bahkan, saat umat Islam di Hong Kong dan Taiwan sudah melaksanakan shalat Idul Fitri, sebagian umat Islam di daratan Tiongkok masih menjalani puasa pada hari ke-30 bulan Ramadhan.
Salah satu argumen menyebutkan bahwa pada Sabtu (24/6) hilal belum dapat dilihat dengan mata telanjang di daratan Tiongkok sehingga bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Hal ini berarti 1 Syawal 1438 Hijriah jatuh pada tanggal 26 Juni 2017.
Namun, ada pernyataan yang menyebutkan pihak otoritas setempat telanjur menetapkan jadwal Shalat Idul Fitri pada Senin (26/6) yang ketetapan itu tidak bisa diubah secara mendadak.
"Kami telah diberitahu China Islamic Association bahwa Idul Fitri 1 Syawal 1438 Hijriah bertepatan dengan tanggal 26 Juni 2017," kata Ketua Panitia Kegiatan Ramadhan dan Idul Fitri KBRI Beijing, Suargana Pringganu, Sabtu (24/6).
Keputusan KBRI Beijing itu diikuti beberapa WNI yang didominasi para pelajar di Dalian (Provinsi Liaoning) Harbin (Provinsi Heilongjiang), dan Changsa (Provinsi Hunan) dalam menggelar shalat Id.
Seluruh masjid di Ibu Kota China itu juga memasang pengumuman bahwa shalat Id digelar pada Senin (26/6) pagi.
Di Beijing, Masjid Shazikou di Jalan Shazikou Dongli No 7B dan Masjid Dongsi di Jalan Raya Dongsi Nan Nomor 13, Jumat (23/6), telah memasang pengumuman mengenai jadwal Shalat Id pada Senin (26/6).
Demikian pula dengan Masjid Niujie yang merupakan masjid terbesar dan tertua di Beijing sekaligus markas Pusat Intelijen Amerika Serikat/AS (CIA) melakukan hal yang sama.
Namun, Konsulat Jenderal RI di Shanghai punya kebijakan yang berbeda. Berdasarkan surat KJRI Nomor 00448/BK/06/2017/03 bahwa shalat Id digelar di Wisma Republik Indonesia di Le Chateau No 66, Jianhe Road 2000, Changning District, Shanghai, Ahad, 25 Juni 2017, yang dilanjutkan dengan silaturahim terbuka (open house).
Surat tertanggal 22 Juni 2017 tersebut ditandatangani oleh Konsul Jenderal RI di Shanghai, Siti Nugraha Mauludiah.
"Alhamdulillah ada sekitar 80 orang yang ikut Shalat Id di KJRI," catat Maulidiah dalam pesan singkatnya melalui WeChat kepada Antara dari Beijing, Minggu (25/6).
Beberapa pelajar asal Indonesia di Wuhan, Provinsi Hubei, juga melaksanakan Shalat Id pada hari Minggu, setelah menerima pengumuman dari pengurus Masjid Jiangai.
Salah satu dalil (hujjah) di grup WeChat para pelajar di China menyebutkan bahwa hasil hisab di Shanghai sama persis dengan di Indonesia.
Namun, secara resmi takmir Masjid Huxi tetap mengikuti petunjuk resmi dari CIA yang bermarkas di Beijing soal pelaksanaan Shalat Id.
Bukan kali ini saja, China menetapkan 1 Syawal berbeda dengan negara-negara lain. Dua tahun yang lalu hal yang sama juga terjadi.
Perbedaan pendapat (khilafiyah) penetapan awal bulan kesepuluh dalam sistem penanggalan Islam di daratan Tiongkok itu dapat disikapi secara arif melalui hujjah para alim ulama setempat yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Demikian pula dengan KBRI Beijing tidak sedikit pun mengintervensi keputusan KJRI Shanghai dalam menyelenggarakan shalat Id, meskipun terikat dalam sistem hirarki institusional, karena semuanya bertujuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan umat dalam menjalankan ibadah di hari raya Lebaran atau Idul Fitri 1438 Hijriyah. (Antara/Mukafi Niam)