Internasional

Cerita Hasan Tata Abas, Orang Indonesia yang Jadi Asisten Imam Masjid Nabawi

Rab, 7 Juni 2023 | 17:30 WIB

Cerita Hasan Tata Abas, Orang Indonesia yang Jadi Asisten Imam Masjid Nabawi

Hasan Tata Abas bersama Imam Masjid Nabawi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Tak banyak orang yang mengenal Hasan Tata Abas. Sebab Hasan memang jarang bersentuhan dengan khalayak dan lebih banyak menghabiskan waktunya di Maarots Kadimiyah Masjid Nabawi. Namun siapa sangka, pria asal Banten ini merupakan orang Indonesia yang terpilih menjadi pelayan atau asisten salah satu Imam Masjid Nabawi yang berada di Kota Suci Madinah.


Sehari-harinya, Hasan membantu dan melayani Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, satu dari tujuh Imam Masjid Nabawi mulai dari menyiapkan ruangan, menyediakan makan, minum dan sebagainya. 


Tak hanya itu, Hasan juga kerap menemani Sang Imam menjamu para tamunya. Dengan sigap Hasan menyajikan qohwah atau teh campuran rempah-rempah, minuman khas Arab Saudi bagi tamu dan syekh.


"Kalau syekh lagi menyusun kitab-kitab, saya yang menyiapkan minumnya. Kalau ada tamu, saya yang bawakan oleh-oleh untuk tamu beliau ke mobil, saya yang mikul. Menyediakan dan menyiapkan kantor beliau. Ya saya yang mengelap dan sebagainya," katanya.


Sebagai asisten, Hasan bekerja dari Subuh hingga Isya. Sejak pagi Hasan memulai aktivitasnya di Maarots Kadimiyah Masjid Nabawi yang lokasinya tepat di depan pintu 309. Menjelang sore setelah Ashar, Hasan pindah ke Masjid Nabawi.  


Hasan yang telah mengabdi sejak 2004 ini mengaku tidak pernah menyangka bisa menjadi asisten Imam Masjid Nabawi. Saat itu, dirinya baru saja menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren di Pandeglang, Banten. 


"Awalnya karena ekonomi. Saat itu, baru punya anak satu, saya memutuskan untuk ikut beasiswa gratis di Universitas Islam Madinah (UIM). Dengan izin Allah saya bisa lulus," ujarnya, Rabu (7/6/2023). 


Hasan kemudian melamar kerja di Arab Saudi lewat Kafil (sponsor) bin Laden Group untuk ditempatkan di Masjid Nabawi. Bersama 47 peserta lainnya dari berbagai negara di dunia, Hasan menjalani seleksi dan wawancara. 


"Saat itu, syekh membutuhkan tenaga asisten. Saya ikut interview, qadarullah diterima. Alhamdulillah kalau menghendaki. Salah satu penunjang untuk bisa lolos adalah hapal 30 juz Al Qur'an  meski tidak harus. Terpenting itu kesopanan dan akhlak. Sementara kita orang timur kesopanan tidak dibuat-buat, kesopanan sudah tradisi," ucapnya. 


Meski menjadi pelayan, Hasan mengaku bangga dengan tugasnya. Selain bisa dekat dengan ulama-ulama besar, dirinya juga bisa shalat kapan pun di Masjid Nabawi. Termasuk mengunjungi Raudhah. 


Apalagi hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan, orang yang melaksanakan shalat di Masjid Nabawi diganjar pahala 1.000 kali lipat dibandingkan shalat di tempat biasa. 


"Saya sering menangis, ya Allah saya ini warga Indonesia, orang kecil, orang bodoh ya. Di Indonesia saya itu tidur juga di pondok bambu, shalat juga di mushala kampung, saya merantau ke Arab Saudi, Allah beri kesempatan saya berkumpul sama orang-orang shaleh setingkat sahabat Rasulullah. Itu yang bikin saya nangis bahagia," tuturnya. 


Di zaman Rasulullah, orang seperti dirinya sama seperti orang baduy yang menyediakan air untuk wudhu dan membersihkan di masjid. Kebahagiaan lainnya adalah dimakamkan di pemakaman Baqi. "Kalau saya meninggal, ditakdirkan meninggal di Madinah saya dapat hadiah di makamkan di Baqi," katanya. 


Sering Mengalami Keajaiban

Selama menjadi asisten Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, dirinya seringkali bertemu dan melayani para ulama besar tidak hanya Imam Masjid Nabawi tapi juga Imam Masjidil Haram. 


"Kadang yang bikin saya nangis terharu juga kalau pas Syekh Haramain ini ijtima di Masjid Nabawi. Dari Masjidil Haram datang ke sini ijtima yang menyuguhi beliau-beliau yang mulia itu saya. Nah saat beliau-beliau lagi ijtima musyawarah saya di belakang beliau menunggu panggilan," ucapnya 


Selain kerap bertemu para ulama, dirinya juga beberapa kali mengalami kejadian yang sulit diterima oleh nalar. 


"Pernah ada yang bertamu ke Syekh dengan berpakaian lusuh. Tadinya sempat dilarang oleh protokol tapi dipersilakan masuk oleh syekh. Sampai ke dalam nggak berbicara cuma diam," ujarnya. 


Saat itu, dirinya sempat menyuguhkan makan dan minum. Namun sajian yang dihidangkan tidak disentuh. "Pakaiannya lusuh, nggak putih, bersih tapi baunya harum, wangi sekali. Syekh enggak bilang apakah dia malaikat atau golongan manusia nggak tahu. Cuma dikatakan kekasih Allah," ucapnya.


Editor: Muhammad Faizin