Internasional

Gus Nadir Paparkan Perbedaan Konstitusi Indonesia dengan Australia, Irak, dan Afghanistan

Kam, 27 Agustus 2020 | 02:30 WIB

Gus Nadir Paparkan Perbedaan Konstitusi Indonesia dengan Australia, Irak, dan Afghanistan

Rais Syuriyah PCINU Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen.

Jember, NU Online
Rais Syuriyah PCINU Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) memaparkan perbedaan konstitusi yang berlaku di Irak, Afganistan, Australia, dan Indonesia.


Menurut Prof Nadir, dalam konstitusi Afghanistan tidak boleh ada peraturan yang bertentangan dengan Islam. Namun, dalam konstitusi Irak selain tidak boleh bertentangan dengan Islam, juga tidak boleh ada peraturan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi  dan HAM. 


"Jadi dapat diasumsikan bahwa Islam, demokrasi, dan HAM tidak saling bertentangan dan ketiganya menjadi kriteria utama dalam menilai sah atau tidak sahnya suatu Undang-Undang di Irak," kata Prof Nadir.

 

Mengisi International Webinar and Call For Paper Islam, Constitution and The Supremacy of Law Experience from Indonesia, Australia and New Zaeland, Selasa (25/8), Gus Nadir meneruskan, berbeda dengan Irak dan Afghanistan, konstitusi Indonesia diamandemen setelah tumbangnya Orde Baru.


"Tidak ada bantuan dari Amerika dalam penyusunan amandemen UUD 45. Hal ini dapat disebut sebagai konstitusi produk lokal khas Indonesia. Dan hal ini juga yang membedakan konstitusi Indonesia dengan dua Negara Islam yang telah disebutkan sebelumnya," ungkap akademisi Monash University, Australia ini.


Webinar tersebut diadakan oleh Fakultas Syariah IAIN Jember bekerjasama dengan Fakultas Syariah IAIN Madura. "Tema yang diminta saya untuk berbicara itu tentang agama dan negara di konstitusi Australia. Namun, karena temanya juga Indonesia dan bicara tentang Islam maka saya tambahi dua Negara Islam lainnya yang akan kita komparasikan yaitu konstitusi Afghanistan dan Irak," ujar Gus Nadir dalam awal pembahasannya.

 

Gus Nadir juga menjelaskan bahwa konstitusi Australia juga mengatur tentang keagamaan yang peraturannya dapat dijumpai dalam Pasal 116 yang berisikan larangan bagi pemerintah Australia.

 

Adapun larangannya yaitu pemerintah Australia dilarang membuat hukum yang menunjukkan Australia mengikuti agama tertentu, pemerintah Australia tidak boleh mewajibkan pelaksanaan agama tertentu, tidak boleh melarang orang untuk melaksanakan ajaran agamanya dan tidak boleh membuat aturan hukum adanya tes keagamaan sebagai kriteria pegawai negeri.

 

Penjelasan yang disampaikan oleh Gus Nadir cukup santai sehingga mudah dimengerti oleh para peserta dari berbagai perguruan tinggi. Di akhir acara Gus Nadir sempat membacakan sebuah puisi yang berjudul Negeri Islam.

 

Selain Gus Nadir, turut berbicara Tantowi Yahya sebagai Indonesian Ambassador of New Zaeland, dan Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember, Prof M. Harisudin.

 

Kontributor: Wildan, Nada
Editor: Kendi Setiawan